Wedang Ronde Hangat Pengusir Dinginnya Telaga Sarangan
Malam mulai menyelimuti Telaga Sarangan. Kabut tipis turun perlahan dari lereng Gunung Lawu, membawa hawa dingin yang menusuk tulang.
Di tengah suasana syahdu dan sejuk ini, ada satu ritual yang tak pernah dilewatkan para pengunjung mencari kehangatan dalam semangkuk Wedang Ronde.
Aroma jahe yang kuat dan manisnya gula aren tercium dari kejauhan, seolah menjadi undangan tak tertulis bagi siapa saja yang ingin melawan dinginnya malam pegunungan.
Apa Itu Wedang Ronde? Semangkuk Kehangatan
Bagi yang belum familiar, wedang ronde adalah minuman tradisional yang disajikan hangat. Kekuatan utamanya terletak pada kuah jahe yang pedasnya pas, dimasak dengan rempah-rempah pilihan dan gula merah yang memberinya warna kecokelatan serta rasa manis yang legit.
Kuah panas ini menjadi "rumah" bagi berbagai isian yang membuatnya begitu istimewa. Sensasi pedas dari jahe seketika menjalar ke seluruh tubuh, memberikan efek relaksasi dan kehangatan dari dalam. Tak heran jika minuman jahe ini menjadi primadona di dataran tinggi seperti Sarangan.
Isian yang Membuatnya Istimewa
Keunikan wedang ronde tidak hanya terletak pada kuahnya. Isian di dalamnya adalah sebuah harmoni tekstur dan rasa yang saling melengkapi. Dalam satu mangkuk, Anda akan menemukan:
Bola Ronde: Bintang utamanya adalah bola-bola yang terbuat dari tepung ketan. Biasanya, ada yang berukuran lebih besar dengan isian kacang tanah tumbuk yang manis, serta bola-bola kecil berwarna-warni tanpa isian. Teksturnya yang kenyal menjadi sensasi tersendiri saat dikunyah.
Kolang-Kaling: Potongan buah atap ini memberikan tekstur kenyal yang sedikit berbeda dan rasa manis yang menyegarkan.
Kacang Tanah Sangrai: Taburan kacang tanah yang disangrai menambah elemen renyah dan gurih, menyeimbangkan rasa manis dari kuah dan isian lainnya.
Potongan Roti Tawar: Di beberapa kedai, potongan roti tawar ditambahkan untuk menyerap kuah jahe yang nikmat.
Sensasi Menikmati Wedang Ronde di Tepi Telaga Sarangan
Ada perbedaan besar antara menikmati wedang ronde di kota dan di lokasi aslinya seperti Telaga Sarangan. Di sini, setiap elemen alam seolah ikut mendukung kenikmatan minuman tradisional ini.
Memegang mangkuk keramik yang panas dengan kedua tangan, merasakan uapnya yang wangi menerpa wajah, sambil memandangi tenangnya air telaga di malam hari adalah sebuah kemewahan sederhana. Suara riak air dan obrolan sayup-sayup dari pengunjung lain menjadi musik latar yang sempurna.
Lebih dari Sekadar Minuman, Ini Sebuah Pengalaman
Setiap sendokan adalah perpaduan rasa yang kompleks. Manisnya kuah, pedasnya jahe, kenyalnya ronde dan kolang-kaling, serta renyahnya kacang menciptakan sebuah pesta di dalam mulut.
Kehangatan yang dirasakan bukan hanya di tubuh, tetapi juga di hati. Momen inilah yang seringkali menjadi kenangan tak terlupakan bagi para wisatawan. Ini adalah kuliner khas yang berhasil menyatu dengan suasana alam.
Menemukan Penjual Wedang Ronde di Sarangan
Anda tidak akan kesulitan menemukan penjual wedang ronde di sekitaran danau. Puluhan kedai sederhana berjejer rapi di sepanjang jalan, masing-masing menawarkan kehangatan dari panci-panci besar mereka yang terus mengepulkan uap wangi.
Meskipun rasanya mungkin mirip, setiap penjual memiliki sentuhan khasnya sendiri. Ada yang kuah jahenya lebih pedas, ada pula yang isian rondenya lebih melimpah.
Ciri Khas Kedai atau Penjual Gerobak yang Selalu Ramai
Biasanya, kedai atau penjual gerobakan yang paling ramai adalah yang paling dicari. Ciri-cirinya mudah dikenali yaitu deretan kursi plastik yang hampir selalu terisi penuh dan kepulan asap dari dapur sederhana mereka yang tak pernah berhenti.
Jangan ragu untuk duduk lesehan di atas tikar jika tempat duduk penuh. Menikmati wedang ronde di Telaga Sarangan adalah cara terbaik untuk menutup hari yang dingin.
Ini adalah bukti bahwa kebahagiaan seringkali datang dari hal-hal yang sederhana: semangkuk kehangatan di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat. Jadi, saat hawa dingin Sarangan mulai terasa, Anda tahu persis apa yang harus dicari.
Sumber Gambar: TikTok Penulis: R.A Keisya (ksy)