Festival Kampung Cempluk, Tradisi Musik dan Kebersamaan Warga Malang
Di tengah gempuran budaya modern dan hiburan digital, ada sebuah perayaan sederhana namun sarat makna di Kabupaten Malang yang berhasil mencuri perhatian. Namanya Festival Kampung Cempluk, sebuah hajatan rakyat yang lahir dari semangat kebersamaan warga Desa Kalisongo, Kecamatan Dau.
Festival ini bukan sekadar acara hiburan, melainkan representasi nilai gotong royong, tradisi musik rakyat, dan identitas budaya lokal yang terus hidup.
Dari Lampu Cempluk ke Festival Rakyat
Nama festival ini berasal dari kata cempluk, yaitu lampu minyak sederhana yang dahulu digunakan masyarakat desa sebelum listrik masuk. Filosofi lampu cempluk mengandung makna penerang dalam kegelapan, simbol harapan, sekaligus romantika masa lalu.
Dari situlah lahir ide untuk menghadirkan festival yang membawa masyarakat kembali mengingat akar tradisi, tanpa meninggalkan kebersamaan. Awalnya, Festival Kampung Cempluk digelar secara swadaya oleh pemuda dan warga sekitar.
Mereka hanya ingin merayakan identitas desa dengan cara yang meriah. Namun, siapa sangka acara sederhana itu berkembang pesat menjadi agenda budaya tahunan yang kini masuk dalam kalender pariwisata Malang Raya.
Panggung Sederhana, Suasana Meriah
Tidak seperti festival besar dengan panggung megah dan tata cahaya modern, Festival Kampung Cempluk memilih kesederhanaan. Jalan desa, halaman rumah, bahkan gang kecil disulap menjadi panggung pertunjukan.
Anak-anak menunjukkan tarian rakyat, pemuda menghidupkan suasana dengan musik patrol, dan kelompok seni lokal menyuguhkan kesenian tradisional, mulai dari jaranan, ketoprak, hingga gamelan. Suasana desa menjadi hidup.
Bau jajanan pasar menyeruak dari lapak-lapak warga, anak-anak berlarian sambil membawa balon, dan orang tua duduk santai sambil menikmati alunan musik tradisional. Semua orang menjadi bagian dari festival, tanpa sekat antara penampil dan penonton.
“Di sini bukan soal siapa artisnya, tapi bagaimana warga bisa tampil, berkarya, dan bergembira bersama,” ungkap salah satu panitia festival. Inilah yang membuat atmosfer Kampung Cempluk begitu hangat: setiap warga merasa memiliki panggung.
Musik Sebagai Jiwa Festival
Musik memegang peran sentral dalam Festival Kampung Cempluk. Setiap malam, panggung kecil desa bergema dengan alunan musik tradisional maupun modern. Dari tabuhan gamelan, musik patrol khas Malang, hingga band akustik muda-mudi desa, semuanya berpadu menjadi harmoni unik.
Kehadiran musik bukan hanya hiburan, tetapi juga perekat sosial. Lagu-lagu rakyat dinyanyikan bersama, menciptakan rasa persaudaraan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Tidak sedikit musisi dari luar kota yang tertarik tampil secara sukarela, karena merasakan atmosfer berbeda dibanding konser di ruang formal.
Bagi anak-anak di desa, festival ini menjadi wadah untuk mengenal dan mempelajari seni. Mereka berlatih tari, memainkan instrumen, hingga belajar tampil di depan umum. Dengan begitu, tradisi seni lokal tidak sekadar dipertontonkan, tetapi juga diwariskan dari generasi ke generasi.
Gotong Royong Sebagai Fondasi
Salah satu hal yang membedakan Festival Kampung Cempluk dari festival lain adalah peran aktif masyarakat. Tidak ada sponsor besar atau event organizer profesional, mayoritas persiapan dilakukan warga dengan gotong royong.
Mulai dari membangun panggung, menata dekorasi, menyiapkan konsumsi, hingga menjaga keamanan, semua dikerjakan secara sukarela. Gotong royong ini menjadi inti dari festival.
Warga merasa memiliki acara, sehingga partisipasi mereka penuh semangat. Banyak perantau asal desa yang sengaja pulang untuk ikut membantu, sekadar membawakan perlengkapan, atau bahkan tampil dalam pertunjukan.
Di era ketika individualisme semakin menguat, Festival Kampung Cempluk membuktikan bahwa kebersamaan masih menjadi nilai yang relevan dan dibutuhkan.
Dampak Ekonomi Bagi Warga
Selain memperkaya budaya, acara ini turut memberikan efek positif terhadap perekonomian masyarakat setempat. Lapak-lapak makanan tradisional seperti tahu tek, serabi, hingga jajanan khas Malang ramai diserbu pengunjung. Para pengrajin lokal juga mendapat kesempatan memamerkan produk mereka, mulai dari batik, anyaman bambu, hingga suvenir khas desa.
Data dari panitia festival menyebutkan bahwa omzet pedagang meningkat hingga 200 persen selama festival berlangsung. Bagi warga desa, ini bukan hanya pesta budaya, tetapi juga sumber rezeki tambahan yang sangat berarti.
Sektor pariwisata pun ikut bergairah. Wisatawan yang datang tidak hanya menonton festival, tetapi juga berkunjung ke destinasi sekitar, seperti Coban Rais atau kampung wisata lainnya di Kecamatan Dau. Dengan demikian, Festival Kampung Cempluk turut memberikan kontribusi langsung pada perekonomian setempat.
Baca Juga : Budaya Kota Bunga Festival dan Event Kota Malang
Baca Juga : Malang Flower Carnival, Panggung Creativitas Kostum Raksasa
Daya Tarik Wisatawan
Keunikan Festival Kampung Cempluk terletak pada nuansa otentik desa yang jarang ditemui di festival lain. Wisatawan mancanegara yang hadir sering kali mengaku kagum dengan suasana akrab dan natural. Tidak ada jarak antara pengunjung dengan warga; semua bercampur menjadi satu.
Bagi turis asing, pengalaman duduk di kursi bambu sambil menyantap jajanan pasar, ditemani musik tradisional, menjadi momen yang tak terlupakan. Para pengunjung yang menuliskan keseruan mereka di blog perjalanan membantu menyebarkan nama Kampung Cempluk ke khalayak yang lebih luas.
Harapan dan Tantangan
Meski berhasil menarik perhatian, Festival Kampung Cempluk juga menghadapi sejumlah tantangan. Keterbatasan dana sering kali menjadi kendala. Panitia harus berputar otak untuk mencari dukungan tanpa menghilangkan identitas swadaya festival.
Selain itu, manajemen pengunjung yang semakin banyak setiap tahun juga memerlukan perhatian khusus agar kenyamanan tetap terjaga.
Ke depan, pemerintah daerah diharapkan lebih aktif mendukung tanpa menghilangkan ruh gotong royong yang menjadi ciri khas festival ini. Kolaborasi dengan komunitas seni dan akademisi juga bisa memperkuat kualitas pertunjukan, sehingga festival tetap otentik tetapi memiliki standar penyelenggaraan yang lebih baik.
Festival Kampung Cempluk lebih dari sekadar acara budaya, ia mencerminkan kehidupan warga desa yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Dari musik tradisional, gotong royong warga, hingga dampak ekonomi yang nyata, semuanya berpadu menciptakan harmoni khas desa Malang.
Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, festival ini mengingatkan kita bahwa kebahagiaan bisa lahir dari hal-hal sederhana: musik, tawa anak-anak, dan kebersamaan warga. Ia adalah bukti bahwa tradisi, bila dirawat dengan cinta, bisa menjadi daya tarik yang mendunia tanpa kehilangan jati diri.
Sumber Gambar 1 : Pinterest
Sumber Gambar 2 : Ilustrasi by AI
Published : Faisha Azzahra (fsh)