Candi Bersejarah Jawa Timur, Jejak Peradaban Kuno Nusantara

Candi Bersejarah Jawa Timur, Jejak Peradaban Kuno Nusantara

Jawa Timur tidak hanya dikenal dengan gunung-gunung megah dan pantai-pantai yang menawan, tetapi juga sebagai wilayah yang menyimpan banyak peninggalan sejarah dari masa kejayaan kerajaan-kerajaan Nusantara. Di antara peninggalan itu, candi-candi kuno berdiri tegak sebagai saksi bisu perjalanan panjang budaya dan spiritualitas masyarakat Jawa.

Batu-batu tua yang disusun dengan cermat itu bukan hanya artefak arkeologi, melainkan simbol kecanggihan peradaban masa lalu yang pernah tumbuh di tanah timur Pulau Jawa. Salah satu hal menarik dari candi-candi di Jawa Timur adalah keunikannya dibandingkan dengan candi-candi di Jawa Tengah.

Jika di Jawa Tengah, seperti Candi Borobudur atau Prambanan dengan struktur dan reliefnya didominasi gaya arsitektur klasik, maka di Jawa Timur candi memiliki bentuk yang lebih ramping, relief yang lebih sederhana, namun sarat dengan makna simbolik dan filosofi sinkretisme antara Hindu dan Buddha. Ini memperlihatkan pergeseran estetika sekaligus perubahan pola pikir masyarakat pada masa peralihan dari era Kediri, Singasari, hingga Majapahit.

 

Candi Penataran

Candi Penataran yang berlokasi di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, merupakan kompleks candi terbesar dan terlengkap di Jawa Timur. Berdasarkan sumber sejarah, bangunan ini mulai didirikan sekitar abad ke-12 Masehi dan terus digunakan hingga masa Majapahit.

Dalam kitab Negarakertagama, Candi Penataran disebut sebagai Candi Palah, tempat suci yang kerap dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk. Saat memasuki kompleksnya, pengunjung disambut oleh dua arca Dwarapala raksasa yang menjaga gerbang utama.

Di dalamnya terdapat halaman berundak dari depan hingga ke bagian paling belakang, menggambarkan perjalanan spiritual dari dunia fana menuju dunia suci. Relief di dindingnya menceritakan kisah Ramayana dan Krishnayana, menggabungkan unsur keagamaan dan nilai moral yang luhur.

Udara sejuk dari lereng barat daya Gunung Kelud menghadirkan suasana tenang yang membuat pengalaman berkunjung terasa khidmat. Bagi para sejarawan, Candi Penataran menjadi bukti kuat bahwa Majapahit bukan hanya kerajaan besar secara politik, tetapi juga pusat spiritualitas dan seni tinggi.

Arsitektur yang kompleks, tata ruang yang sakral, dan simbolisme yang mendalam menjadikannya warisan arkeologi yang tak ternilai.

 

Candi Jawi

Tidak jauh dari Pasuruan, di lereng Gunung Welirang berdiri Candi Jawi, salah satu peninggalan penting dari masa akhir Kerajaan Singasari. Candi ini dibangun sebagai tempat pendharmaan Raja Kertanegara, penguasa terakhir Singasari yang dikenal berpandangan luas dan toleran.

Keunikan utama Candi Jawi terletak pada perpaduan arsitektur dan simbolisme antara Hindu dan Buddha, yang disebut sebagai konsep Siwa-Buddha. Bagian bawah bangunannya dibuat dari batu andesit hitam, sementara bagian atasnya dari batu putih, melambangkan keseimbangan antara dunia material dan spiritual.

Bentuk atapnya yang menjulang tinggi memperlihatkan gaya arsitektur khas Jawa Timur yang lebih ramping dibandingkan gaya klasik di Jawa Tengah. Ketika Anda berada di area Candi Jawi, pemandangan pegunungan yang melingkupinya memberi kesan hening dan spiritual.

Tempat ini tidak hanya menjadi situs sejarah, tetapi juga ruang refleksi yang menghubungkan pengunjung dengan semangat masa lalu: tentang toleransi, kebijaksanaan, dan kesadaran akan harmoni kehidupan. Dari segi nilai budaya, Candi Jawi menjadi bukti bahwa masyarakat Jawa Timur pada masa lampau telah mengenal bentuk pluralisme yang dewasa, jauh sebelum konsep itu dikenal dalam politik modern.

Candi Penataran Blitar panorama kompleks utama

Candi Singasari

Berlanjut ke arah selatan, di Kabupaten Malang, berdiri Candi Singasari, peninggalan monumental yang dibangun untuk menghormati Raja Kertanegara setelah wafatnya. Candi ini juga berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap Dewa Siwa dan Buddha, menunjukkan kesinambungan spiritual antara dua sistem kepercayaan besar di Nusantara.

Secara arsitektural, Candi Singasari memiliki proporsi tinggi dan ramping dengan dvarapala raksasa di bagian depannya. Ukiran-ukiran yang masih bertahan hingga kini menampilkan gaya khas Jawa Timur: sederhana namun kuat, tanpa ornamen berlebihan.

Candi ini menjadi penanda akhir kejayaan Singasari sekaligus gerbang menuju kemunculan Majapahit, kerajaan yang kelak menjadi simbol kejayaan Nusantara. Kini, Candi Singasari berdiri di tengah permukiman penduduk, namun suasana di sekitarnya tetap terasa mistis dan tenang.

Bagi para peneliti, lokasi ini penting karena menjadi penghubung antara era transisi politik dan spiritual yang membentuk wajah peradaban Jawa Timur. Setiap detail dari ukiran hingga susunan batu, menggambarkan bagaimana manusia masa lampau memandang kehidupan, kematian, dan keabadian.

 

Baca Juga: Mengenal Budaya Khas Jawa Timur yang Masih Lestari


Warisan Budaya yang Hidup dan Relevan

Ketiga candi tersebut yaitu Penataran, Jawi, dan Singasari bukan sekadar tumpukan batu tua, melainkan representasi peradaban yang maju dalam bidang arsitektur, keagamaan, dan sosial. Masing-masing memiliki kisah, peran, dan karakter tersendiri, tetapi semuanya terikat oleh satu benang merah: semangat spiritual dan kebudayaan Jawa Timur.

Candi Penataran menonjolkan sisi monumental Majapahit sebagai kerajaan besar; Candi Jawi memperlihatkan sinkretisme dan harmoni kepercayaan pada masa Singasari; sementara Candi Singasari menjadi simbol transisi dari masa lampau menuju babak baru peradaban Nusantara. Ketiganya menegaskan bahwa masyarakat Jawa Timur pada masa itu tidak hanya membangun candi untuk ritual, tetapi juga untuk menyampaikan gagasan tentang keseimbangan dan kesucian hidup.

Lebih dari itu, keberadaan candi-candi ini turut mendukung identitas pariwisata budaya Jawa Timur masa kini. Pemerintah daerah bersama masyarakat lokal terus berupaya menjaga kelestariannya melalui program konservasi, pengembangan wisata edukatif, serta promosi sejarah agar generasi muda lebih mengenal akar budayanya sendiri.

 

Makna Ziarah Sejarah

Mengunjungi candi-candi bersejarah di Jawa Timur bukan hanya perjalanan wisata, tetapi juga ziarah intelektual dan spiritual. Kita belajar bahwa peradaban masa lalu tidak pernah benar-benar hilang, ia hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diwariskan: kebersamaan, ketekunan, dan penghormatan terhadap alam serta leluhur.

Setiap relief yang diukir di dinding, setiap arca yang berdiri di pelataran, dan setiap batu yang disusun dengan presisi merupakan pesan diam dari masa lalu tentang kesabaran, pengabdian, dan pencarian makna hidup. Dalam keheningan kompleks candi, kita bisa merasakan getaran sejarah yang melintasi abad dari tangan para empu pemahat hingga langkah para peziarah modern yang datang dengan rasa ingin tahu dan kagum.

Jawa Timur, dengan segala kompleksitas sejarahnya, adalah cermin bahwa kejayaan masa lalu bukan sekadar kenangan, melainkan sumber inspirasi bagi masa depan. Dan selama candi-candi itu masih berdiri, selama batu-batunya masih menatap langit yang sama, maka jejak peradaban kuno Nusantara akan terus hidup, menjadi bagian dari identitas bangsa yang tak lekang oleh waktu.


Penulis: Beatrice Rezqikha Zerlinda (bea)

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *