Petis Khas Pesisir Jawa Timur: Rahasia Cita Rasa Otentik
Vendor Outbound - Bagi penikmat kuliner Jawa Timur,
nama “petis” bukanlah hal asing. Warnanya yang pekat, teksturnya yang kental,
dan aromanya yang khas telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejumlah
makanan legendaris.
Tapi tahukah Anda, bahwa petis sebenarnya lahir dari
daerah pesisir yang kaya hasil laut, khususnya udang? Dari dapur-dapur
tradisional di Lamongan, Sidoarjo, Gresik, hingga Probolinggo, petis udang
menjadi simbol kearifan lokal dalam memanfaatkan hasil laut secara maksimal.
Asal Mula Petis: Dari
Sisa Menjadi Istimewa
Petis sejatinya ialah produk sampingan dari proses
perebusan udang ataupun ikan dalam pembuatan kaldu dan terasi. Setelah udang
direbus dalam waktu lama, sisa air rebusan yang tersisa kemudian dimasak ulang
sampai mengental serta berganti warna menjadi kehitaman. Hasilnya merupakan
petis: bumbu cair pekat dengan rasa gurih-manis yang kuat serta aroma laut yang
tajam.
Kawasan pesisir seperti Sidoarjo, yang dikenal sebagai
salah satu sentra tambak udang di Jawa Timur, memainkan peran penting dalam
produksi petis.
Begitu pula dengan daerah seperti Lamongan, Tuban, dan
Probolinggo—semuanya merupakan kawasan yang memiliki akses langsung terhadap
laut dan hasil tangkapan udang melimpah. Di sinilah, petis bukan hanya
pelengkap rasa, tapi bagian dari tradisi.
Kunci Rasa dari Laut
Petis udang mempunyai cita rasa yang khas: perpaduan
antara gurih, manis, sedikit asin, serta aroma udang yang kuat. Tak heran jika
petis sering disebut sebagai “jiwa” dari banyak makanan khas Jawa Timur.
Masyarakat pesisir memanfaatkan petis tidak hanya sebagai penyedap, tapi juga
sebagai identitas kuliner daerah.
Pembuatan petis pun tidak sembarangan. Udang segar
direbus bersama rempah pilihan, lalu air rebusannya dimasak dalam waktu lama.
Setelah cukup mengental, ditambahkan gula merah, garam, serta kadang sedikit
tepung tapioka guna menambahkan kekentalan.
Proses ini bisa memakan waktu hingga berjam-jam, namun
hasil akhirnya sangat memuaskan: petis yang legit, kuat rasa, dan tahan lama.
Petis dalam Berbagai
Sajian
Petis tidak berdiri sendiri. Ia hidup dan hadir dalam
banyak hidangan khas Jawa Timur, terutama di Surabaya dan sekitarnya. Beberapa
makanan yang tak lengkap tanpa sentuhan petis di antaranya:
1. Lontong Balap
Lontong balap merupakan sajian khas Surabaya yang
terdiri dari irisan lontong, lentho, tauge, serta sambal petis. Rasa gurih
petis yang menyelimuti tauge serta tahu goreng membuat lontong balap jadi salah
satu street food paling dicari.
Baca juga: Rasa Lontong Balap Khas Mojokerto
2. Tahu Campur
Tahu campur berisi daging sapi, kikil, tahu goreng, mie
kuning, selada, dan kerupuk. Bumbunya berbentuk kuah kental berbasis petis yang
membagikan rasa gurih serta manis. Umumnya dinikmati dikala hangat dengan
perasan jeruk nipis serta sambal.
3. Rujak Cingur
Rujak cingur merupakan simbol ikonik kuliner Surabaya.
Kombinasi sayur-mayur fresh buah, tempe, tahu, serta irisan cingur (hidung
sapi) disatukan dalam bumbu kacang serta petis. Rasa kuat dan tajam dari petis
inilah yang membuat rujak cingur sangat berbeda dari rujak yang lain
4. Tahu Tek
Santapan simpel ini terdiri dari tahu goreng, telur
dadar, lontong, serta tauge, disiram dengan bumbu kacang yang dicampur petis.
Walaupun nampak simpel tetapi cita rasanya luar biasa. Petis membagikan
kepribadian rasa yang khas serta susah dilupakan.
Baca juga: Menyelami Lezatnya Tahu Tek, Hidangan Tradisional Khas Surabaya
5. Sate Kerang
Di sebagian daerah pesisir, sate kerang disajikan
dengan bumbu petis. Rasa gurih serta legit dari petis sanggup menyeimbangkan
rasa kerang yang khas.
6. Kupang Lontong
Kupang lontong berasal dari daerah Sidoarjo dan
sekitarnya. Terbuat dari kupang (sejenis kerang kecil) yang direbus lalu
disajikan dengan lontong dan sambal petis. Rasa laut yang khas dipadukan dengan
aroma kuat petis menjadikannya menu yang sangat menggoda.
7. Lontong Mie
Hampir mirip dengan lontong balap, tetapi ditambahkan
mie kuning serta kerang. Kuahnya terbuat dari kombinasi kaldu serta petis, yang
berikan rasa kuat, manis, serta gurih. Umumnya dimakan dengan sambal dan
perasan jeruk nipis.
8. Tahu Gimbal
Walaupun dikenal berasal dari Semarang, tetapi versi Jawa Timur kerap meningkatkan petis dalam bumbu kacangnya. Ini memberi bonus rasa yang lebih kompleks serta kaya.
![]() |
Sumber: Tribun Jateng |
Bumbu Rasa dan Warisan
Budaya
Tak hanya soal rasa, petis juga merepresentasikan
kearifan lokal. Kemampuannya untuk mengawetkan cita rasa laut dalam bentuk yang
praktis membuat petis sangat berguna, terutama di masa lalu saat alat pendingin
belum tersedia.
Petis juga menjadi warisan turun-temurun. Di banyak
keluarga pesisir, resep dan teknik membuat petis diwariskan dari generasi ke
generasi. Ada kebanggaan tersendiri ketika seseorang mampu membuat petis dengan
rasa yang pas—tidak terlalu asin, tidak terlalu manis, dan pekat aromanya.
Di pasar-pasar tradisional seperti Pasar Ikan di
Sidoarjo atau Pasar Besar Probolinggo, petis dijual dalam berbagai kualitas dan
ukuran. Petis kelas premium biasanya berwarna lebih pekat, lebih kental, dan
aromanya kuat. Harganya pun lebih mahal, namun sepadan dengan kualitasnya.
Kiat Menikmati Petis
Agar bisa menikmati petis secara maksimal, berikut
beberapa tips:
Pilih petis berkualitas:
Perhatikan teksturnya, warnanya harus pekat dan tidak terlalu cair.
Jangan terlalu banyak:
Petis sangat kuat rasanya, jadi cukup gunakan dalam jumlah secukupnya.
Padukan dengan bahan segar:
Seperti tahu, tauge, atau lontong agar rasanya seimbang.
Hangatkan sedikit:
Jika petis terlalu kental, panaskan dengan sedikit air agar mudah dicampur.
Dari Pantai ke Piring
Petis adalah bukti bahwa bahan sederhana dari laut bisa
berubah menjadi sesuatu yang luar biasa di tangan masyarakat Jawa Timur. Ia
bukan sekadar bumbu, tapi juga saksi sejarah kuliner pesisir yang terus
bertahan dan dicintai hingga kini.
Di tengah gempuran makanan cepat saji modern, petis
tetap menjadi pilihan utama dalam menciptakan cita rasa yang autentik. Selama
laut masih menyediakan udang segar, dan selama lidah masih merindukan rasa khas
dari kampung halaman, petis akan tetap hidup—dan menjadi bumbu yang tak
tergantikan.