Candi Wringinlawang dan Candi Brahu, Dua Gerbang Megah Peninggalan Kejayaan Majapahit
Jawa Timur menyimpan harta karun sejarah yang tak terhingga, dan kawasan Trowulan, Mojokerto, adalah pusatnya. Kota yang dulunya merupakan ibu kota Kerajaan Majapahit ini selalu menawarkan narasi yang kaya.
Selain Candi Bajang Ratu dan Candi Tikus yang populer, terdapat dua situs penting yang tak boleh dilewatkan: Candi Wringinlawang dan Candi Brahu. Keduanya bukan sekadar tumpukan bata kuno; mereka adalah saksi bisu kejayaan Kerajaan Majapahit, menawarkan keindahan arsitektur sekaligus misteri fungsi di masa lalu.
Bagi
Masyarakat Jawa Timur dan pencinta sejarah, menjelajahi dua candi ini
adalah sebuah keharusan untuk memahami lebih dalam denyut nadi ibu kota
Majapahit. Keunikan keduanya terletak pada bahan bangunan dominan bata merah
yang memberikan nuansa berbeda dibandingkan candi-candi di Jawa Tengah yang
didominasi batu andesit.
.png)
Sumber:Canva
Menyingkap
Identitas Candi Wringinlawang
Candi
Wringinlawang berarti
"pintu beringin", sebuah nama yang sangat membumi dan
merepresentasikan fungsinya sebagai gerbang. Candi ini terletak di Desa
Jatipasar, Trowulan, dan menjadi salah satu struktur paling ikonik dalam
arsitektur Majapahit.
Gapura
Bentar yang Penuh Wibawa
Secara kasat mata, Candi Wringinlawang dikenal sebagai gapura besar yang terbelah dua simetris tanpa atap penghubung di atasnya. Dalam istilah arsitektur Jawa kuno, inilah yang disebut Candi Bentar.
Meskipun beberapa sejarawan meyakini
bahwa candi ini seharusnya berjenis Gapura Paduraksa (gapura beratap)
namun atapnya sudah runtuh, struktur terbelah ini kini menjadi ciri khas
utamanya. Struktur Candi Bentar sendiri secara filosofis melambangkan pemisahan
antara dunia luar (profan) dan dunia dalam (sakral), atau kawasan penting
Majapahit.
Dibangun dari bata merah khas Majapahit, gapura ini menjulang tinggi mencapai sekitar 15,5 meter dan sangat simetris. Berdasarkan kajian ahli sejarah, Candi Wringinlawang diperkirakan dulunya berfungsi sebagai pintu gerbang masuk menuju kompleks penting di ibu kota Majapahit,
kemungkinan kompleks kediaman
perdana menteri atau pejabat tinggi kerajaan, bukan gerbang utama istana.
Keberadaannya menunjukkan adanya penataan ruang kota yang detail dan hierarkis
di masa lampau.
Baca Juga:15 Destinasi Wisata Terbaik di Mojokerto Jawa Timur Sejarah Alam dan Rekreasi Keluarga
Seni
Fotografi dan Waktu Terbaik Berkunjung
Bagi
Anda yang gemar fotografi arsitektur, Candi Wringinlawang adalah objek
yang sempurna. Struktur simetris dan tekstur bata merahnya yang unik sangat
memanjakan mata, terutama saat waktu terbaik berkunjung yaitu pagi
hari (sebelum pukul 09.00) atau sore hari (sekitar pukul 16.00).
Cahaya matahari yang miring akan menciptakan bayangan dramatis yang menonjolkan tekstur batu bata merah kuno, membuat foto Anda terlihat lebih artistik dan penuh dimensi sejarah. Saat senja, warna merah bata menyatu indah dengan langit jingga,
memberikan kesan keagungan yang tidak bisa didapatkan di tempat lain. Situs ini juga relatif tenang, memudahkan Anda mendapatkan sudut bidikan terbaik tanpa terlalu banyak gangguan dari wisatawan lain.
.webp)
Sumber:Canva
Candi
Brahu: Keunikan Keagamaan Buddha
Bergeser
beberapa kilometer dari Wringinlawang, kita akan menemukan Candi Brahu
di Desa Bejijong. Candi ini menawarkan nuansa yang berbeda, jauh lebih tenang
dan damai, dikelilingi oleh area hijau yang menjadi tempat healing yang
nyaman.
Bukti
Penting Aliran Keagamaan Buddha
Jika
Wringinlawang adalah gerbang, Candi Brahu adalah bangunan peribadatan.
Berdasarkan penelitian dan temuan, candi ini merupakan peninggalan Majapahit
yang beraliran Keagamaan Buddha (Buddhisme Tantrayana). Hal ini
membuktikan bahwa Majapahit adalah kerajaan yang menerapkan toleransi beragama
yang tinggi antara Hindu dan Buddha.
Fungsi utama Candi Brahu diperkirakan adalah tempat upacara Śrāddha atau upacara pembakaran jenazah raja-raja Majapahit, terutama yang beraliran Buddha. Salah satu hipotesis kuat menyebutkan bahwa lokasi ini digunakan untuk menyucikan abu jenazah Raja Brawijaya V.
Nama "Brahu" sendiri
diyakini berasal dari kata Waru atau Wajra, yang merujuk pada
alat upacara keagamaan yang penting dalam ritual Buddha. Hal ini menjadikan Candi
Brahu salah satu situs yang paling penting dari sisi fungsi spiritual di
kawasan Trowulan.
.webp)
Sumber:Canva
Arsitektur
Ramping Bata Merah yang Unik
Berbeda
dengan candi di Jawa Tengah, Candi Brahu dibangun sepenuhnya dari bata merah
tanpa dilapisi batu andesit. Struktur ini membuatnya rentan, namun restorasi
yang dilakukan membuatnya kembali berdiri tegak. Arsitekturnya terlihat ramping
dan meninggi, dengan bentuk atap berundak yang unik, terdiri dari tiga teras bertingkat
yang semakin kecil ke atas.
Menariknya,
candi ini minim akan ukiran atau relief figuratif yang padat seperti
candi-candi Hindu. Namun, terdapat ceruk-ceruk kosong di dindingnya yang
diperkirakan dulunya diisi arca-arca Buddha. Keunikan arsitektur ini
memancarkan kesan kesederhanaan namun tetap megah, mencerminkan akulturasi seni
bangunan dari masa sebelumnya.
Rencana
Kunjungan yang Efektif
Mengunjungi
Candi Wringinlawang dan Candi Brahu dapat dilakukan dalam satu hari
karena lokasinya yang berdekatan di kawasan Trowulan. Luangkan waktu
setidaknya satu jam di setiap lokasi untuk benar-benar mengapresiasi keindahan
arsitektur dan peninggalan sejarah yang ada.
Mulailah
perjalanan Anda di Mojokerto dengan mengunjungi Wringinlawang di pagi
hari untuk mendapatkan cahaya foto terbaik. Kemudian, bergeser ke Brahu untuk
menikmati ketenangan di tengah hari. Jangan lupa untuk singgah ke Museum
Trowulan yang lokasinya tidak jauh untuk melihat konteks dari seluruh
artefak di sekitar Trowulan, dan melengkapi kunjungan Anda.
.png)
