Sandur Tuban Kesenian Tradisional Jawa Timur yang Hampir Punah

Sandur adalah teater tradisional berjenis drama tari
yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya masyarakat agraris di
Tuban dan Bojonegoro, Jawa Timur. Pertunjukan ini berakar dari kehidupan
petani, menggambarkan suka duka mereka di sawah, panen, dan semangat gotong
royong di pedesaan.
Namun kini, kesenian yang dulunya hidup di setiap
musim panen mulai jarang digelar karena minimnya regenerasi dan berubahnya
selera hiburan masyarakat modern.
Dalam pertunjukannya, Sandur sering dimainkan di
lapangan desa atau halaman rumah warga. Penonton duduk melingkar, menikmati
iringan gamelan sederhana dan gerakan penari yang ekspresif.
Kelompok-kelompok seni yang masih bertahan, seperti
Waseso Utomo dan Ngripto Raras, berjuang menjaga warisan ini agar tidak hilang
dari ingatan generasi mendatang.
Apa Itu
Sandur Tuban?
Pertanyaan yang sering muncul adalah: Apa itu
Sandur Tuban?
Sandur Tuban merupakan seni pertunjukan tradisional yang berakar kuat pada
kehidupan masyarakat agraris. Dalam bentuknya yang paling sederhana, Sandur
adalah teater rakyat yang memadukan unsur tari, musik, dialog, dan humor
rakyat.
Ceritanya banyak berkisah tentang kehidupan petani, kerja keras di ladang, dan nilai-nilai sosial seperti kebersamaan dan gotong royong. Awalnya, Sandur bukan sekadar hiburan.
Kesenian ini menjadi bagian dari ritual bersih desa
atau sedekah bumi, yang dilakukan sebagai ungkapan syukur atas hasil panen.
Dalam konteks itu, Sandur berfungsi sebagai media spiritual dan sosial untuk
mempererat hubungan antarwarga.
BACA JUGA: Menelusuri Tradisi Tuban dari Sedekah Laut hingga Kirab Jumat Legi
Asal-Usul
dan Makna Filosofis
Nama Sandur memiliki berbagai tafsir menarik. Sebagian
masyarakat menyebut Sandur berasal dari frasa Jawa Isane Sanjo Karo Nganggur,
yang berarti “daripada menganggur lebih baik menari.”
Makna ini menggambarkan sifat santai masyarakat desa
yang mengekspresikan kebahagiaan lewat seni dan tari setelah masa panen
selesai. Versi lain menyebutkan bahwa Sandur berakar dari kata sasanane
tandur, yang berarti “tanda untuk mulai menanam.”
Hal ini memperlihatkan hubungan erat antara kesenian
dan siklus pertanian masyarakat setempat. Seiring waktu, Sandur berkembang dari
permainan rakyat menjadi pertunjukan teater kerakyatan yang melibatkan musik,
tari, dan drama.
Bentuk
Pertunjukan dan Unsur-Unsurnya
Sandur Tuban menampilkan perpaduan seni tari, musik
tradisional, dialog sederhana, dan simbol-simbol spiritual. Setiap pementasan
biasanya menghadirkan tokoh utama yang mewakili karakter petani, pemimpin desa,
atau makhluk gaib penjaga sawah.
Iringan musik disajikan oleh kelompok penabuh kendang
dan gamelan kecil, sementara para pemain menari sambil berdialog dengan bahasa
rakyat yang jenaka. Gerakan yang paling dikenal dalam pertunjukan Sandur
disebut kalongking, yakni tarian akrobatik dengan gerak lincah dan atraktif.
Tidak jarang, penonton ikut berinteraksi memberi
saweran atau komentar spontan, menciptakan suasana yang akrab dan meriah. Semua
itu menjadi bukti bahwa Sandur bukan hanya tontonan, tetapi juga tradisi rakyat
Tuban yang mencerminkan kehidupan masyarakat agraris secara utuh.
Mengapa
Sandur Tuban Terancam Punah?
Perubahan zaman menjadi faktor utama menurunnya
eksistensi Sandur. Modernisasi, urbanisasi, dan munculnya hiburan digital
membuat generasi muda kurang tertarik mempelajari kesenian daerah.
Banyak seniman senior yang mengeluhkan sulitnya
mencari penerus, sementara dukungan finansial untuk pementasan juga minim. Studi
dari beberapa lembaga budaya mencatat bahwa dalam dua dekade terakhir, jumlah
kelompok Sandur aktif di Tuban berkurang drastis.
Banyak sanggar yang berhenti beroperasi karena
keterbatasan dana dan minimnya penonton. Di sisi lain, masyarakat lebih memilih
hiburan instan yang mudah diakses melalui gawai dibanding menyaksikan
pertunjukan di lapangan desa.
Namun, tidak semua berita suram. Sejumlah komunitas
lokal mulai bergerak kembali memperkenalkan Sandur melalui festival budaya dan
kegiatan sekolah. Pemerintah daerah juga mulai menyadari pentingnya pelestarian
warisan budaya takbenda ini dengan memberikan dukungan melalui program kesenian
daerah.

Apakah
Sandur Sekadar Pertunjukan atau Sebuah Tradisi?
Pertanyaan berikutnya yang tak kalah menarik adalah: Apakah
Sandur hanya sekadar tontonan?
Secara historis, Sandur tidak hanya berfungsi sebagai
hiburan, melainkan juga ritual yang mengandung makna sosial dan spiritual. Di
masa lalu, pertunjukan ini dipercaya dapat mengundang berkah serta menjaga
keseimbangan alam dan manusia.
Sandur mengandung pesan moral tentang pentingnya
kebersamaan, rasa syukur, dan kesederhanaan hidup. Bagi masyarakat desa,
menonton Sandur bukan hanya menikmati cerita, tetapi juga bagian dari doa
bersama dan ekspresi budaya.
Saat ini, nilai-nilai tersebut masih hidup dalam
ingatan para pelaku seni, meskipun bentuk pertunjukannya mulai bergeser ke arah
hiburan.
BACA JUGA: Menelusuri Wisata Budaya dan Tradisi Tuban yang Kaya Kearifan Lokal
Upaya
Pelestarian dan Harapan Baru
Pelestarian Sandur tidak hanya tanggung jawab
pemerintah, tetapi juga masyarakat dan generasi muda. Beberapa sanggar seni di
Tuban telah menginisiasi pelatihan bagi anak-anak sekolah dasar agar mereka
mengenal dan mencintai kesenian daerah.
Pemerintah Kabupaten Tuban pun telah menetapkan Sandur
sebagai warisan budaya takbenda pada tahun 2018, sebagai bentuk penghargaan
terhadap kekayaan budaya lokal. Selain itu, upaya dokumentasi melalui video,
penelitian akademik, dan festival budaya mulai digalakkan untuk menjaga
kesinambungan informasi.
Beberapa komunitas kreatif bahkan memadukan Sandur
dengan unsur kontemporer tanpa menghilangkan ruh aslinya. Harapannya, inovasi
semacam ini dapat membuat Sandur kembali relevan bagi generasi muda tanpa
kehilangan jati diri.
Nilai dan
Kearifan Lokal di Balik Sandur
Lebih dari sekadar pertunjukan, Sandur menyimpan
filosofi hidup yang mendalam. Gerakannya yang dinamis mencerminkan semangat
kerja keras petani, sementara dialognya yang jenaka mencerminkan kebijaksanaan
rakyat dalam menghadapi kehidupan.
Melalui Sandur, masyarakat diajak untuk memahami
pentingnya keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Nilai gotong royong, kesetiaan pada tradisi, dan
penghormatan pada alam menjadi pesan yang terus diwariskan dari generasi ke
generasi. Meski bentuk pertunjukannya sederhana, maknanya begitu kaya dan
relevan dengan kehidupan masa kini.
Menjaga
Nyala Budaya dari Tuban
Sandur Tuban bukan hanya tentang masa lalu, tetapi
juga tentang masa depan kebudayaan Jawa Timur. Di tengah derasnya arus
globalisasi, kesenian seperti Sandur menjadi pengingat bahwa akar budaya adalah
identitas yang harus dijaga.
Tanpa dukungan nyata dari masyarakat, sanggar,
sekolah, dan pemerintah, tradisi ini bisa hilang perlahan. Langkah sederhana
seperti mengenalkan Sandur di kegiatan sekolah, mengadakan festival desa, atau
sekadar menonton pertunjukannya sudah menjadi bentuk cinta terhadap warisan
leluhur.
Karena pada akhirnya, melestarikan Sandur berarti
menjaga semangat gotong royong dan kebahagiaan sederhana masyarakat agraris
yang pernah hidup harmonis dengan alam.
Sumber
Gambar: Seni lokal tuban
Penulis:
Avifa
.png)
