Misteri Candi Dadi, Apa Fungsi Sebenarnya Candi Tunggal di Puncak Bukit Tulungagung?
Di antara hamparan situs purbakala di Tulungagung, ada
satu nama yang paling sering disebut dengan nada bertanya: Candi Dadi. Berdiri
megah dalam kesendiriannya di puncak bukit Desa Wajak Lor, Kecamatan Boyolangu,
candi ini adalah sebuah anomali.
Ia tidak memiliki arca, tanpa relief yang bercerita,
dan tanpa hiasan rumit yang menjadi ciri khas candi-candi lain dari eranya. Ia
hanya ada di sana, sebuah struktur batu
andesit tunggal yang sunyi, menatap lanskap Tulungagung dari ketinggian.
Justru kesederhanaannya yang ekstrem inilah yang
melahirkan misteri terbesar. Untuk apa nenek moyang kita bersusah payah membawa
balok-balok batu berat ke puncak bukit terpencil hanya untuk membangun sebuah
struktur minimalis? Apa ritual yang pernah dilakukan di sumurannya yang
menganga?
Artikel ini adalah sebuah perjalanan investigasi untuk
menggali berbagai teori, dari kajian arkeologis yang serius hingga legenda yang
hidup di tengah masyarakat, demi menjawab satu pertanyaan fundamental: Apa
sebenarnya fungsi Candi Dadi?
Arsitektur
Sunyi yang Penuh Tanya
Sebelum membedah teori, kita harus memahami
keunikannya secara fisik. Candi Dadi terdiri dari sebuah batur (alas) persegi
berukuran sekitar 14x14 meter dengan sebuah lubang sumuran berbentuk silinder
di tengahnya.
Tidak ada tangga naik, tidak ada bilik candi, dan
tidak ada atap. Materialnya adalah batu andesit yang disusun rapi.
Keanehan arsitektur ini secara langsung menyingkirkan
beberapa fungsi candi pada umumnya. Ia jelas bukan kuil pemujaan dewa-dewi
Hindu atau Buddha yang lazim karena ketiadaan arca.
Lokasinya di puncak bukit juga membedakannya dari
candi kerajaan lain. Setiap elemennya, atau ketiadaan elemennya, justru menjadi
petunjuk yang mengarah pada berbagai spekulasi. Keberadaannya menjadi salah
satu titik paling menarik dalam lanskap wisata budaya dan sejarahTulungagung secara keseluruhan.
Menggali
Teori Para Ahli: Tiga Kemungkinan Utama
Para sejarawan dan arkeolog telah mengajukan beberapa
hipotesis kuat berdasarkan bukti fisik dan perbandingan dengan situs lain.
Teori 1:
Sebagai Candi Pendharmaan (Penyimpanan Abu Jenazah)
Ini adalah teori yang paling banyak diterima di
kalangan akademisi. Bentuk sumuran di tengah candi sangat identik dengan fungsi
sebagai tempat penyimpanan abu jenazah (abu kremasi) seorang tokoh penting,
kemungkinan seorang raja atau pendeta agung dari era Majapahit akhir (sekitar
abad ke-14 hingga ke-15).
Baca Juga: Panduan Wisata Budaya & Sejarah di Tulungagung
- Argumen Pendukung: Lokasi di
puncak bukit yang tinggi dan terpencil (sakral) sangat cocok untuk tempat
peristirahatan terakhir agar arwah sang tokoh dapat mencapai nirwana.
Kesederhanaan candi mungkin mencerminkan ajaran spiritual pada masa itu
yang lebih mementingkan esensi daripada kemegahan fisik.
Prosesi pemakaman tokoh penting seringkali melibatkan perjalanan panjang dan kompleks, yang jejaknya mungkin masih bisa kita lihat di situs-situs sekitar.
Teori 2:
Sebagai Tempat Pertapaan dan Kontemplasi Tingkat Tinggi
Teori lain menyebutkan bahwa Candi Dadi bukanlah
makam, melainkan sebuah mandala atau panggung untuk pertapaan (tapasya).
- Argumen Pendukung: Ketenangan
absolut, pemandangan panorama yang luas, dan isolasi dari dunia luar
menjadikannya lokasi yang sempurna bagi para resi atau kaum elit spiritual
untuk melakukan ritual penyucian diri dan mencari pencerahan. Sumuran di
tengah bisa jadi adalah tempat api suci (agni) dinyalakan selama ritual
berlangsung, atau sebagai pusat kosmik dalam meditasi. Konsep
"menyepi" di tempat tinggi adalah praktik yang umum dalam banyak
tradisi spiritual kuno di Jawa.
Teori 3:
Sebagai Observatorium Astronomi Kuno
Meskipun lebih bersifat spekulatif, beberapa peneliti
alternatif mengemukakan kemungkinan Candi Dadi sebagai penanda astronomis.
- Argumen Pendukung: Lokasinya
yang bebas dari halangan visual ke segala arah membuatnya ideal untuk
mengamati pergerakan benda langit seperti matahari, bulan, dan rasi
bintang tertentu. Orientasi candi mungkin memiliki korelasi dengan titik
terbit atau terbenam matahari saat solstice atau equinox,
yang penting untuk penentuan kalender agraris atau ritual keagamaan pada
masa itu.
Warisan Tak
Benda: Legenda Lokal dan Spiritualitas
Di luar teori ilmiah, masyarakat sekitar memiliki
cerita mereka sendiri. Salah satu legenda yang paling terkenal adalah tentang
pembangunan candi yang "tidak jadi" atau "hanya jadi alasnya
saja", yang kemudian memunculkan nama "Candi Dadi" (Candi Jadi).
Cerita rakyat ini, meskipun tidak dapat dibuktikan
secara historis, menunjukkan bagaimana candi ini telah menyatu dengan imajinasi
kolektif masyarakat lokal selama berabad-abad.
Hingga kini, Candi Dadi masih dianggap sebagai tempat
yang memiliki kekuatan spiritual. Tidak jarang, pada waktu-waktu tertentu,
pengunjung datang untuk bersemedi atau sekadar mencari ketenangan batin.
Ini membuktikan bahwa warisan sebuah situs tidak hanya
terletak pada batunya yang diam, tetapi juga pada makna yang terus hidup.
Warisan tak benda ini sama berharganya dengan peninggalan fisik.
Di Tulungagung, warisan ini hadir dalam berbagai
bentuk, tidak hanya dalam spiritualitas sunyi Candi Dadi, tetapi juga dalam
hentakan dinamis kesenian seperti Reog Kendang yang menjadi kebanggaan
Tulungagung.
Tips Praktis
Mengunjungi Candi Dadi
Tertarik untuk memecahkan misteri ini sendiri? Berikut
beberapa tips yang perlu Anda ketahui:
- Waktu Terbaik: Kunjungi saat subuh untuk
mengejar matahari terbit atau sore hari untuk menikmati senja. Pemandangan
dari puncak bukit sungguh spektakuler dan sepadan dengan usaha.
- Persiapan Fisik: Anda perlu
berjalan kaki menanjak melalui jalan setapak selama sekitar 15-20 menit
dari area parkir. Gunakan alas kaki yang nyaman dan memiliki cengkeraman
yang baik.
- Tidak Ada Fasilitas: Ingat, tidak
ada warung, toilet, atau fasilitas apapun di puncak. Bawa persediaan air
minum dan makanan ringan sendiri, dan yang terpenting, bawa kembali semua
sampah Anda.
- Gabungkan Kunjungan Anda: Candi Dadi
terletak di Kecamatan Boyolangu, rumah bagi banyak situs bersejarah
lainnya. Manfaatkan waktu Anda dengan mengikuti itinerary wisata
sejarah satu hari di Boyolangu untuk mengunjungi Candi Gayatri dan
situs lainnya sekaligus dalam satu perjalanan yang efisien.
Misteri yang
Membuatnya Tetap Hidup
Mungkin, kita tidak akan pernah tahu dengan 100%
kepastian apa fungsi asli Candi Dadi. Dan mungkin, justru ketiadaan jawaban
tunggal itulah yang menjadi daya tarik terbesarnya.
Candi Dadi mengundang kita untuk tidak hanya melihat,
tetapi juga berpikir, merenung, dan berimajinasi.
Ia adalah monumen kesunyian yang berbicara lebih keras
daripada relief yang paling ramai sekalipun. Mengunjunginya bukan hanya sebuah
wisata sejarah, melainkan sebuah dialog dengan masa lalu yang penuh teka-teki,
di salah satu beranda terbaik yang dimiliki Tulungagung.