Menelusuri Sejarah Masjid Agung Tuban dan Jejak Peradaban Majapahit

Sejarah Masjid Agung Tuban

Di jantung Kota Tuban, tepat di sisi barat Alun-Alun, berdiri sebuah bangunan megah yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai penanda lintasan sejarah.

Masjid Agung Tuban, dengan kubah bercorak Timur Tengah namun tetap mempertahankan ornamen Jawa, adalah salah satu saksi bisu bagaimana peradaban lokal, pengaruh Majapahit, serta dakwah Islam berbaur di tanah pesisir utara Jawa Timur.

Bagi warga Tuban, masjid ini bukan sekadar ruang shalat berjamaah. Tetapi arsip hidup yang mencatat jejak abad ke-15, perjuangan para wali, hingga gotong royong masyarakat pada abad ke-19. Bahkan hingga kini, ia masih menjadi magnet wisata religi Tuban yang mengundang peziarah, pelancong budaya, hingga peneliti sejarah.


Awal Mula Sejarah: Dari Arya Teja hingga Abad ke-15

Sejarah Masjid Agung Tuban kerap dikaitkan dengan sosok Adipati Raden Ario Tedjo, atau yang lebih dikenal sebagai Syekh Abdurrahman (Arya Teja). Ia adalah salah satu tokoh lokal pada masa awal islamisasi di wilayah pesisir Jawa. Catatan lokal menyebutkan bahwa pembangunan masjid ini bermula sekitar tahun 1467.

Pertanyaan yang sering muncul dari pengunjung: “Masjid Agung Tuban dibangun tahun berapa sebenarnya?” Jawabannya tidak tunggal, sebab masyarakat mengenal dua lapis cerita.

Pertama, catatan tradisi menyebut abad ke-15 sebagai fondasi awal. Kedua, sumber fisik dan prasasti menunjukkan bahwa pada 29 Juli 1894 dilakukan pembangunan kembali yang diresmikan oleh Bupati Tuban kala itu.

 Jadi, apa yang kita lihat hari ini adalah hasil dari beberapa fase sejarah, mulai dari masa Arya Teja hingga renovasi besar di abad ke-19.


BACA JUGA: Mengungkap Pesona Masjid Agung Tuban: Mahakarya Arsitektur Tiga Budaya yang Instagramable dan Bikin Hati Adem!


Prasasti 1894: Simbol Gotong Royong dan Identitas Kota

Di bagian depan masjid terdapat prasasti yang mencatat peletakan batu pertama pembangunan ulang tahun 1894. Bagi sejarawan, prasasti ini lebih dari sekadar tulisan di batu: ia menjadi bukti keterlibatan masyarakat Tuban dalam gotong royong membangun kembali pusat ibadah mereka.

Renovasi ini menandai babak baru. Masjid bukan hanya tempat sembahyang, tetapi juga pusat aktivitas sosial dan budaya. Hal ini sejalan dengan semangat Islam pesisir, agama yang hidup berdampingan dengan tradisi setempat, diwariskan dari generasi ke generasi.


Arsitektur: Jawa Bertemu Timur Tengah

Menatap fasad Masjid Agung Tuban, kita segera melihat pertemuan dua dunia. Pintu kayu dengan ukiran motif Jawa mengingatkan pada jejak Majapahit. Di sisi lain, lengkungan besar dan kubah yang menjulang memberi kesan kuat pengaruh Timur Tengah.

Beberapa pengamat arsitektur menilai bahwa bentuk perpaduan ini adalah representasi khas Islam Nusantara: menerima pengaruh global, namun tetap melekat pada akar lokal. Bahkan ada yang menyebut, teknik bangunan dan ornamen tertentu masih menyimpan DNA kebudayaan Majapahit.

Masjid Agung Tuban

Peran Para Wali: Sunan Bonang dan Spiritualitas Tuban

Tak mungkin membicarakan Masjid Agung Tuban tanpa menyebut Sunan Bonang. Tokoh Wali Songo ini dikenal sebagai salah satu penyebar Islam paling berpengaruh di pesisir utara Jawa. Komplek makamnya yang terletak tidak jauh dari masjid menjadi salah satu tujuan utama ziarah makam wali di Tuban.

Dalam obrolan sehari-hari, sering muncul pertanyaan: “Sunan siapa yang dimakamkan di Tuban?” Jawabannya adalah Sunan Bonang, wali yang karya dakwah dan musik gamelannya masih dikenang hingga kini.

Hubungan spiritual ini membuat Tuban mendapat julukan “Bumi Wali.” Tidak heran bila masjid agung selalu ramai oleh peziarah yang sekalian berziarah ke makam Sunan Bonang.


Fungsi Sosial dari Masa ke Masa

Selain tempat shalat, masjid sejak awal berdirinya telah berperan sebagai pusat komunitas. Pada abad ke-19, ia menjadi ruang berkumpul pedagang, alim ulama, hingga musyawarah pemerintahan.

Di era modern, fungsinya bertambah: pusat pengajian, kegiatan Ramadan, hingga ruang edukasi sejarah dan budaya. Renovasi besar juga terus dilakukan.

Salah satunya pada dekade 1980-an, ketika kapasitas jamaah diperluas. Kini, masjid bukan hanya rumah ibadah, tetapi juga destinasi wisata religi Tuban yang menyeimbangkan fungsi spiritual, sosial, dan kultural.


BACA JUGA: Mengenal Makam Sunan Bonang Destinasi Wisata Religi di Tuban Jawa Timur


Suasana Kontemporer: Estetik dan Spiritual

Salah seorang pengunjung, Danita Kusuma Putri, pernah menulis ulasan sederhana namun mengena: “Masjid agung ini cantik banget apalagi kalo malam hari, lampu-lampunya nyala. Selalu seneng beribadah di sana. Tempatnya bersih dan sejuk. Nyaman banget pokoknya.” Ulasan ini menggambarkan bahwa masjid tidak hanya menyimpan sejarah, tetapi juga menghadirkan pengalaman estetik.

Dan di sinilah muncul pertanyaan lain dari wisatawan: “Apa yang membuat Masjid Agung Tuban istimewa bagi pengunjung sekarang?” Jawabannya adalah kombinasi nilai sejarah, ornamen arsitektur, dan suasana spiritual yang hidup setiap hari. Masjid ini seolah menjembatani masa lalu dengan masa kini.

 

Jejak Majapahit: Kontinuitas Budaya yang Terawat

Tuban pernah menjadi pelabuhan penting di era Majapahit. Jejak itu masih terasa di sekitar masjid: motif ukiran, tata ruang, hingga simbol tertentu yang dianggap warisan kebudayaan lama.

Keberadaan Masjid Agung di kawasan yang dulu ramai aktivitas perdagangan menunjukkan kesinambungan sejarah: dari pusat Hindu-Buddha ke pusat Islam, tanpa memutus tradisi gotong royong masyarakat.

 

Menjaga Warisan, Merawat Masa Depan

Masjid Agung Tuban bukan hanya sekadar bangunan tua, melainkan warisan berharga yang menyimpan lapisan sejarah dari jejak Majapahit, kepemimpinan Arya Teja, hingga dakwah Sunan Bonang. Menjaga masjid berarti menjaga identitas kota sekaligus memastikan ruang ibadah yang layak bagi generasi mendatang.

Kini, Masjid Agung Tuban berdiri sebagai ikon kebanggaan masyarakat pesisir utara Jawa Timur. Fungsinya tidak terbatas pada tempat ibadah, tetapi juga sebagai tujuan ziarah, wisata budaya, dan pusat pertemuan yang menyatukan masa lalu dengan masa kini, tradisi dengan modernitas, serta kearifan lokal dengan pengaruh global.

Vendor Outbound Batu Malang

Menelusuri sejarah Masjid Agung Tuban berarti menapaki simpul perjalanan panjang sebuah kota. Prasasti 1894 menjadi bukti gotong royong warga, arsitektur masjid menghadirkan harmoni antara warisan Majapahit dan sentuhan Timur Tengah, sementara kisah Sunan Bonang menambahkan dimensi spiritual yang melekat hingga hari ini.

Bagi para pengunjung, Masjid Agung Tuban menawarkan pengalaman ganda: keindahan visual yang menawan sekaligus keteduhan batin yang menentramkan. Sejarah tidak lagi hanya tertulis di lembar buku, melainkan hadir nyata dalam bangunan bersejarah yang terus hidup, dirawat, dan menjadi bagian dari denyut kehidupan masyarakat Tuban.

 

Sumber Gambar: Goggle Maps

Penulis: Avifa



Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *