Tradisi Makan Banyuwangi Warisan Leluhur yang Sarat Makna dan Rasa

Banyuwangi, salah satu kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dikenal bukan hanya karena pesona alamnya, tetapi juga karena tradisi kuliner dan budaya makan yang unik. Setiap hidangan yang disajikan bukan sekadar makanan, tetapi bagian dari cerita hidup masyarakat Osing, suku asli Banyuwangi. Melalui tradisi makan, masyarakat Osing menyampaikan rasa syukur, berkumpul dalam kebersamaan, hingga menjunjung adat istiadat leluhur.

 

Dalam artikel ini, kita akan mengulas beberapa tradisi makan khas Banyuwangi yang masih dijaga hingga kini, baik dalam perayaan desa, upacara adat, hingga kehidupan sehari-hari.

 

siswa-outbound-dengan-alat-keselamatan-lengkap

1. Tumpeng Sewu – Ritual Syukur Penuh Makna

Tumpeng Sewu adalah salah satu tradisi makan paling terkenal di Banyuwangi. Dilaksanakan setiap bulan Suro menurut penanggalan Jawa, acara ini dilakukan oleh warga Desa Kemiren, Glagah, yang mayoritas merupakan keturunan Osing. Sesuai namanya, tradisi ini menampilkan seribu (sewu) tumpeng mini yang tersaji dengan lauk khas Osing seperti ayam bumbu pecel, ikan panggang, dan urap.

 

Tradisi ini diadakan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki dan keselamatan yang diberikan Tuhan kepada masyarakat sepanjang tahun. Selain itu, kegiatan ini mempererat hubungan antarwarga dan melestarikan warisan budaya.

 

Baca Juga : Kuliner Tradisional Banyuwangi Cita Rasa Asli Osing yang Bikin Rindu

 

2. Sego Tempong – Simbol Kesederhanaan dan Keberanian

Sego tempong yang terkenal sebagai makanan pedas khas Banyuwangi sebenarnya merupakan bagian dari budaya makan sehari-hari masyarakat Osing. Nama “tempong” dalam bahasa Osing berarti “tampar,” menggambarkan rasa pedas sambalnya yang seperti menampar lidah.

 

Biasanya, sego tempong disajikan dengan nasi putih, sayuran rebus, tahu tempe, dan sambal ulek yang super pedas. Makanan ini populer di kalangan pekerja dan petani yang membutuhkan energi tinggi. Selain sebagai hidangan harian, sego tempong juga sering disuguhkan dalam acara gotong royong desa sebagai wujud kebersamaan.

 

3. Megengan Osing – Tradisi Sambut Ramadhan

Sebelum memasuki bulan Ramadhan, masyarakat Banyuwangi mengadakan tradisi Megengan, yaitu acara makan bersama yang melibatkan penyajian tumpeng lengkap dengan lauk pauknya. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan syukur dan permohonan keselamatan selama menjalani ibadah puasa.

 

Makanan yang disajikan dalam Megengan biasanya berupa nasi tumpeng beserta lauk seperti ayam kampung, sayur gudangan, tempe bacem, dan telur. Tradisi ini mengandung pesan keikhlasan dan persiapan batin menyambut bulan suci.

 

4. Jajanan Tradisional dalam Upacara Adat


Selain makanan berat, jajanan tradisional seperti kucur, cenil, onde-onde pecah, hingga klemben juga sering dihadirkan dalam acara adat atau slametan keluarga. Jajanan ini melambangkan kemanisan dalam hidup dan doa agar selalu dipenuhi keberkahan. Dalam upacara pernikahan adat Osing, misalnya, beberapa jajanan memiliki filosofi tersendiri terkait hubungan antar manusia dan alam semesta.

 

Baca Juga : Wisata Kuliner Banyuwangi Jelajahi Kelezatan Khas Daerah Ujung Timur Jawa

 

5. Tradisi Makan dengan Daun – Sehat dan Ramah Lingkungan

Masyarakat Banyuwangi tradisional sering menyajikan makanan mereka di atas daun pisang atau nyiru (wadah anyaman bambu). Selain sebagai cerminan budaya dan kebersahajaan, cara ini juga menjadi bukti kepedulian terhadap lingkungan karena mengurangi penggunaan plastik. Daun pisang juga dipercaya dapat memberikan aroma khas dan menambah kenikmatan pada sajian seperti sego bungkus atau lalapan.

 

6. Nasi Besek dalam Selametan

Tradisi Makan Banyuwangi Warisan Leluhur yang Sarat Makna dan Rasa


Dalam acara selametan atau kenduri, nasi yang dibungkus dalam wadah anyaman bambu kecil bernama besek adalah satu hal yang selalu ada. Di dalamnya terdapat nasi lengkap dengan lauk seperti ayam kampung, telur rebus, mie goreng, dan sambal. Nasi besek dibagikan kepada tamu undangan sebagai bentuk berkah dan sedekah kepada sesama.

 

7. Ritual Makan Bersama – Gotong Royong di Setiap Suap

Makan bersama dalam budaya Osing bukan hanya sebuah aktivitas sosial, tetapi simbol gotong royong yang telah mendarah daging. Setiap warga menyumbang makanan secukupnya, lalu semuanya dinikmati bersama dalam satu alas besar. Tradisi ini sering dilakukan dalam kegiatan panen, membangun rumah, hingga upacara adat desa.

 

Makan bersama dalam kondisi lesehan juga menunjukkan kesetaraan sosial tanpa membedakan status atau kedudukan. Semua bisa duduk dan makan bersama, dari tetua adat hingga anak-anak desa.

Vendor Outbound Batu Malang

Tradisi makan masyarakat Banyuwangi lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan perut. Setiap suapan adalah warisan leluhur, sarat makna, budaya, dan kedekatan dengan alam. Dari tumpeng sewu yang megah hingga sego tempong yang sederhana, semuanya menjadi bagian dari cerita hidup masyarakat Osing yang kaya akan nilai budaya.

 

Jika Anda berkunjung ke Banyuwangi, jangan hanya menikmati keindahan alamnya, tapi juga resapilah tradisi makannya. Di balik setiap sajian, tersimpan filosofi hidup yang telah diwariskan lintas generasi.

 

 

Penulis : Karina Dewi Tatontos (rin)

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *