Dua Dunia Probolinggo Dari Birunya Laut Gili Ketapang hingga Sakralnya Desa Tengger
Ada sebuah wilayah di Jawa Timur di mana dalam satu tarikan napas perjalanan, Anda bisa beralih dari hangatnya pasir pantai ke sejuknya kabut pegunungan. Wilayah itu adalah Probolinggo. Sering kali hanya dikenal sebagai pintu gerbang menuju Bromo, Probolinggo sesungguhnya menyimpan sebuah dualisme yang memukau dua dunia dengan karakter, budaya, dan pesona yang saling bertolak belakang namun hidup berdampingan secara harmonis.
![]() |
Sumber : Canva |
Ini
adalah sebuah perjalanan kontras. Sebuah eksplorasi wisata Probolinggo
yang akan membawa Anda dari surga bawah laut Gili Ketapang yang riang,
menuju dataran tinggi Tengger yang sakral dan hening. Melalui perjalanan ini,
kita akan melihat bagaimana satu kabupaten mampu menawarkan dua pengalaman jiwa
yang sama sekali berbeda, membuktikan bahwa pesonanya jauh lebih dalam dari
yang pernah dibayangkan.
Dunia Pertama: Gili Ketapang, Surga Biru di Pesisir
Utara
Perjalanan
kita dimulai di pesisir utara, di mana matahari bersinar terik dan aroma garam
begitu kental di udara. Hanya dengan 30 menit penyeberangan singkat dari
Pelabuhan Tanjung Tembaga, kita seolah tiba di sebuah dunia lain yang
didominasi oleh warna biru dan toska.
Baca juga : 7 Pengalaman Tak Terlupakan yang Wajib Anda Rasakan di Probolinggo
Pesona Bawah Laut yang Memanggil
Gili
Ketapang adalah jawaban bagi mereka yang merindukan ketenangan tropis. Pulau
kecil ini mungkin tidak luas, namun dunia sesungguhnya terletak di bawah
permukaannya. Aktivitas utama di sini adalah snorkeling, dan Gili
Ketapang tidak mengecewakan. Airnya yang jernih memungkinkan jarak pandang yang
luar biasa, membuka panggung bagi ribuan ikan hias yang menari di antara
terumbu karang. Berenang bersama ikan badut (Nemo) yang jinak adalah pengalaman
yang hampir pasti Anda dapatkan di sini. Ini adalah dunia yang penuh warna,
kehidupan, dan keceriaan tanpa batas.
Kehidupan Pesisir yang Tulus
Di darat,
Gili Ketapang menawarkan potret kehidupan pesisir yang otentik. Rumah-rumah
penduduk yang sederhana, perahu nelayan yang bersandar rapi, dan senyum ramah
warganya menciptakan atmosfer yang hangat dan bersahaja. Ritme kehidupan di
sini berjalan lebih lambat, mengajak kita untuk melepaskan penat dan menikmati
momen-momen kecil, seperti menyantap ikan bakar segar di tepi pantai.
Dunia Kedua: Desa Tengger, Penjaga Kesakralan di
Atas Awan
![]() |
Sumber : Canva |
Setelah
puas dengan kehangatan laut, perjalanan berlanjut ke selatan, menanjak menuju
jantung Bromo Tengger Semeru. Suhu udara perlahan menurun, lanskap
berubah dari dataran rendah menjadi perbukitan hijau yang dramatis. Kita
memasuki dunia Suku Tengger, masyarakat adat yang telah menjadi penjaga
setia gunung suci Bromo selama berabad-abad.
Kearifan Lokal Suku Tengger
Memasuki
desa-desa Suku Tengger seperti Desa Ngadisari atau Wonokitri adalah sebuah
pengalaman budaya yang mendalam. Di sini, kehidupan tidak hanya berpusat pada
pertanian, tetapi juga pada hubungan spiritual yang erat dengan alam dan
leluhur. Kearifan lokal mereka tecermin dalam setiap aspek, mulai dari
arsitektur rumah, cara bercocok tanam di lereng curam, hingga ritual adat yang
terus dijaga. Puncak dari kesakralan ini bisa dirasakan saat upacara YadnyaKasada, di mana seluruh masyarakat Tengger berkumpul untuk memberikan
persembahan kepada Sang Hyang Widhi di kawah Bromo.
Baca Juga : Menyibak Sisi Budaya Probolinggo: Dari Ritual Suku Tengger hingga Jejak Sejarah
Lanskap Dramatis Dataran Tinggi
Pemandangan
di sini adalah antitesis dari Gili Ketapang. Alih-alih birunya laut, mata kita
dimanjakan oleh hamparan ladang sayur yang membentuk mozaik hijau di
lereng-lereng gunung. Kabut yang sering turun di sore hari menambah nuansa
magis dan misterius. Berdiri di sini, menghirup udara pegunungan yang bersih
sambil memandang kaldera Bromo yang megah di kejauhan, adalah sebuah pengalaman
yang menenangkan sekaligus membuat kita merasa kecil di hadapan keagungan alam.
Harmoni Dua Dunia dalam Satu Perjalanan
Probolinggo
menawarkan sebuah anomali geografis yang indah. Perjalanan dari Gili Ketapang
ke Desa Tengger, yang hanya memakan waktu beberapa jam, terasa seperti
melintasi dua negara berbeda. Ini adalah perjalanan yang mengubah spektrum
warna, suhu, dan budaya secara drastis. Justru di dalam kontras inilah letak
kekuatan sejati wisata Probolinggo. Ia tidak memaksa Anda memilih antara
gunung atau laut, karena ia memberikan keduanya dalam paket pengalaman yang
utuh dan tak terlupakan.
Untuk
benar-benar memahami jiwa Probolinggo, seseorang harus menyelami kedua
dunianya. Rasakan garam di kulit Anda setelah berenang di Gili Ketapang, dan
rasakan pula embun dingin di wajah Anda saat menyambut pagi di dataran tinggi
Tengger. Karena di antara dua dunia itulah, Anda akan menemukan esensi
Probolinggo yang sesungguhnya.
Penulis : Muhammad Rafi Sabilillah (mrs)