Menyibak Sisi Budaya Probolinggo: Dari Ritual Suku Tengger hingga Jejak Sejarah
Probolinggo sering kali identik dengan lanskap alamnya yang dramatis; kawah Bromo yang megah dan air terjun yang tersembunyi. Namun, di balik tirai keindahan alam tersebut, tersimpan sebuah kekayaan yang tak ternilai: denyut kebudayaan yang hidup dan jejak peradaban masa lalu yang bisu. Inilah jiwa Probolinggo yang sesungguhnya, sebuah mozaik yang terjalin dari benang-benang tradisi sakral, kearifan lokal, dan warisan sejarah.
Menyelami
budaya Probolinggo berarti melakukan perjalanan melintasi waktu. Dari
ritual kuno yang masih dijaga erat oleh masyarakat di lereng gunung, hingga
reruntuhan candi yang menjadi saksi bisu sebuah kerajaan besar. Ini adalah
sebuah eksplorasi untuk memahami bahwa Probolinggo tidak hanya memukau mata,
tetapi juga mampu menyentuh jiwa.
Kehidupan
Sakral Suku Tengger di Lereng Bromo
Di
dataran tinggi yang sejuk di sekitar Gunung Bromo, hiduplah komunitas yang
menjadi penjaga tradisi paling ikonik di Probolinggo. Suku Tengger
adalah bukti nyata bagaimana sebuah budaya mampu bertahan dan beradaptasi di
tengah gerusan zaman, dengan tetap memegang teguh ajaran leluhur mereka.
Yadnya
Kasada: Ritual Agung di Kawah Bromo
Setiap
tahun, kawah Bromo yang biasanya sunyi berubah menjadi pusat dari sebuah
perhelatan spiritual yang luar biasa. Upacara Yadnya Kasada adalah
puncak dari ekspresi keyakinan masyarakat Tengger. Dalam ritual ini, beragam
hasil bumi dan ternak dipersembahkan ke kawah sebagai wujud rasa syukur dan
permohonan keselamatan. Atmosfer sakral begitu terasa, di antara lautan kabut
dan lantunan doa, menciptakan sebuah pemandangan yang mengharukan sekaligus
magis.
Kearifan
Lokal dalam Keseharian
Di luar
upacara besar, kehidupan Suku Tengger dipenuhi dengan kearifan lokal.
Semangat komunal, penghormatan yang tinggi terhadap alam, dan etos kerja yang
kuat menjadi fondasi kehidupan mereka. Cara mereka bercocok tanam di
lereng-lereng curam hingga sistem sosial yang mereka anut adalah cerminan dari
harmoni antara manusia dan alam sekitarnya.
Baca juga : 10 Destinasi Wisata Alam Probolinggo Paling Memukau (Bukan Cuma Bromo!)
Menelusuri
Jejak Sejarah dan Akulturasi Budaya
Turun dari ketinggian Bromo, dataran Probolinggo menyimpan jejak-jejak peradaban lain yang tak kalah pentingnya. Ini adalah bukti bahwa wilayah ini telah menjadi titik persilangan berbagai pengaruh sepanjang sejarah.
Candi
Jabung: Peninggalan Era Majapahit
Berdiri
megah dengan warna merah bata yang khas, Candi Jabung adalah salah satu peninggalan
Majapahit yang paling penting di Jawa Timur. Arsitekturnya yang unik, berbentuk
silinder, membedakannya dari candi-candi lain pada masanya. Relief-relief yang
terukir di dindingnya menceritakan kisah-kisah epik, menjadi jendela untuk
mengintip kebesaran masa lalu dan ajaran filosofis yang terkandung di dalamnya.
Baca juga : Mengungkap Keagungan Candi Jabung: Jejak Megah Majapahit di Bumi Probolinggo
Kesenian
Jaran Bodhag: Ekspresi Semangat Pesisir
Bergeser
ke wilayah pesisir, budaya Probolinggo menunjukkan wajah yang berbeda,
lebih dinamis dan meriah. Kesenian Jaran Bodhag adalah salah satunya.
Tarian yang menirukan gerakan kuda dengan iringan musik yang energik ini
merupakan simbol semangat dan kegembiraan masyarakat. Kesenian ini sering
ditampilkan dalam berbagai perayaan dan menjadi cerminan akulturasi budaya yang
terjadi di kawasan pelabuhan.
Warisan
yang Terus Bernapas
Dari
puncak Bromo hingga pesisir utara, Probolinggo menawarkan lebih dari sekadar
pemandangan. Ia menawarkan sebuah narasi. Narasi tentang keyakinan, ketahanan,
dan perjalanan sebuah peradaban. Mengunjungi Probolinggo dan menyentuh langsung
warisan budayanya adalah cara terbaik untuk memahami bahwa sebuah tempat
memiliki identitas yang jauh lebih dalam daripada apa yang terlihat di
permukaan. Inilah warisan leluhur yang terus hidup dan bernapas, menanti
untuk disapa dan dimaknai.
Sumber Gambar : Ai
Penulis : Muhammad Rafi Sabilillah (mrs)