Sejarah Lumajang dan Wisata Religi: Menapak Jejak Lamajang Kuno di Lereng Semeru
Lumajang, sebuah kabupaten yang terletak di lereng Gunung Semeru, dikenal tidak hanya karena alamnya yang indah, tetapi juga karena lapisan sejarah dan tradisi religius yang melekat erat dalam kehidupan masyarakatnya.
![]() |
| Sumber Gambar: BincangSyariah |
Dari prasasti kuno peninggalan kerajaan hingga
bangunan masjid berusia lebih dari seratus tahun, Lumajang menghadirkan
perpaduan antara sejarah Lumajang dan wisata religi Lumajang yang sayang untuk
dilewatkan.
Bagi wisatawan, kunjungan ke Lumajang bukan sekadar
perjalanan melihat tempat, melainkan pengalaman menapak jejak budaya,
menelusuri tradisi, dan merasakan atmosfer spiritual yang masih terjaga
hingga kini.
Jejak
Sejarah Lamajang: dari Prasasti ke Kota
Nama Lumajang telah tercatat dalam sumber-sumber
sejarah klasik sejak abad ke-12. Dalam naskah Jawa kuno dan prasasti seperti
Prasasti Mula Malurung, wilayah ini dikenal sebagai Lamajang. Pada masa
itu, Lamajang berada di bawah pengaruh Kerajaan Kediri sebelum kemudian
berkembang di era Majapahit.
Seiring berjalannya waktu, Lamajang tumbuh sebagai
pusat agraris di lereng Semeru, sekaligus tempat berlangsungnya kehidupan
keagamaan dan budaya. Bukti arkeologis berupa candi-candi yang tersebar di
beberapa kecamatan menegaskan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat aktivitas
spiritual dan budaya yang penting.
Apa bukti sejarah
utama yang menunjukkan Lumajang berakar dari Lamajang?
Bukti sejarah itu bisa dilihat dari prasasti-prasasti
kuno, naskah sejarah, serta situs petilasan yang hingga kini masih menjadi
objek kajian dan penelitian. Kehadiran prasasti dan candi menunjukkan
kesinambungan sejarah Lumajang sejak masa Hindu-Buddha hingga kini.
BACA JUGA: Sejarah dan Keunikan Jaran Kencak, Kesenian Khas Lumajang
Wisata
Religi Lumajang: Peninggalan Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid
Selain jejak sejarah kerajaan, Lumajang juga dikenal
sebagai destinasi religi. Salah satu tokoh ulama yang sangat dihormati adalah
Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid. Hingga kini, rumah peninggalan beliau serta
sumur tua yang ada di kompleks tersebut menjadi tempat ziarah dan doa bagi
banyak orang.
Peziarah biasanya datang pada momen pengajian,
peringatan haul, atau kegiatan sholawatan. Tradisi ini memperlihatkan bagaimana
budaya & tradisi masyarakat Lumajang menyatu dengan nilai religius
yang diwariskan para ulama.
Siapa Habib Sholeh
bin Muhsin Al-Hamid?
Habib Sholeh adalah ulama dari kalangan alawiyyin,
keturunan Nabi Muhammad SAW, yang berdakwah di Jawa Timur. Beliau meninggalkan
jejak kuat berupa peninggalan budaya-religi dan membimbing masyarakat dalam
kegiatan keagamaan. Hingga kini, nama beliau tetap harum diingat sebagai sosok
yang karismatik dan berpengaruh.
![]() |
| Sumber Gambar: Kesultanan dan Kerajaan di Indonesia |
Masjid Berusia
1 Abad: Masjid Baitur Rohman
Wisata religi di Lumajang tidak lengkap tanpa
menyinggung Masjid Baitur Rohman. Dibangun pada tahun 1911 oleh Kiai Usman,
masjid ini berdiri dengan kokoh menggunakan struktur kayu yang khas.
Arsitekturnya yang sederhana namun anggun menjadikan
masjid ini sebagai saksi bisu perjalanan dakwah dan pendidikan Islam di
Lumajang. Lebih dari sekadar tempat ibadah, masjid ini juga menjadi pusat
kegiatan sosial dan simbol kesinambungan pesantren di kawasan tersebut.
Masjid apa yang
tertua di Lumajang?
Masjid Baitur Rohman disebut-sebut sebagai salah satu
masjid tertua di Lumajang. Keaslian struktur dan arsitektur tradisionalnya
masih bisa disaksikan hingga hari ini, memberikan nuansa historis bagi siapa
pun yang berkunjung.
Destinasi
Sejarah & Wisata Budaya Lainnya
Selain makam Habib Sholeh dan Masjid Baitur Rohman,
Lumajang memiliki destinasi lain yang tak kalah menarik. Beberapa candi
peninggalan Hindu-Buddha masih bisa dikunjungi dan menjadi daya tarik bagi
peneliti maupun wisatawan.
Kawasan Pronojiwo yang terletak di kaki Gunung Semeru
juga sarat dengan cerita rakyat dan mitos lokal. Bagi masyarakat setempat,
gunung tidak hanya dilihat sebagai alam semata, tetapi juga bagian dari
kehidupan spiritual yang harus dihormati.
Inilah yang menjadikan Lumajang unik: wisata religi
dan wisata budaya berjalan berdampingan, menghadirkan pengalaman utuh
antara alam, sejarah, dan tradisi.
BACA JUGA: Panduan Wisata Budaya dan Tradisi Khas Lumajang untuk Traveler
Fakta
Demografis Lumajang
Untuk memahami lebih jauh potensi wisata, kita juga
perlu melihat data demografis. Berdasarkan publikasi resmi Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Lumajang tahun 2024, jumlah penduduk di daerah ini
mencapai sekitar 1,11 juta jiwa.
Berapa jumlah
penduduk Lumajang?
Jumlahnya sekitar 1,11 juta jiwa. Angka ini
menunjukkan dinamika sosial yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan
pariwisata, baik dalam hal infrastruktur maupun kesiapan masyarakat menyambut
wisatawan.
Praktis:
Tips Berkunjung ke Lumajang
Bagi Anda yang tertarik menelusuri sejarah Lumajang
sekaligus berwisata religi, berikut beberapa tips yang bisa dipertimbangkan:
- Waktu terbaik: hindari musim hujan untuk
menjelajah lereng Semeru dan candi. Jika ingin merasakan suasana religius,
cek kalender acara haul atau pengajian.
- Etika berkunjung: kenakan
pakaian sopan saat ke masjid atau makam, serta ikuti aturan dari sesepuh
setempat.
- Foto & dokumentasi: mintalah izin
terlebih dahulu jika ingin memotret kegiatan ibadah.
- Akses & akomodasi: di pusat kota
Lumajang tersedia penginapan sederhana, sementara untuk menjangkau kawasan
candi atau desa di lereng gunung, pemandu lokal sangat disarankan.
Dengan tips ini, pengalaman wisata religi Lumajang
akan lebih berkesan sekaligus menghormati budaya lokal.
Lumajang adalah destinasi yang memperlihatkan lapisan
sejarah dan religi dalam satu ruang. Dari Lamajang kuno yang tercatat dalam
prasasti, peninggalan Habib Sholeh yang selalu diziarahi, hingga masjid tua
yang masih berdiri gagah, semuanya menjadi saksi perjalanan panjang sebuah
kabupaten di lereng Semeru.
Bagi wisatawan, Lumajang bukan sekadar tempat singgah.
Ia adalah ruang belajar tentang bagaimana sejarah, budaya, dan agama berpadu
harmonis. Dengan menjaga warisan ini, kita tidak hanya melestarikan objek
wisata, tetapi juga memastikan nilai-nilai luhur tetap hidup di tengah
masyarakat.
Penulis: Avifa
.png)


