Mengenal Upacara Adat Yadnya Karo di Lumajang, Tradisi Suku Tengger Penuh Makna

Suku Tengger dikenal sebagai salah satu penjaga tradisi tua di lereng Gunung Bromo dan Semeru. Di antara beragam ritual adat yang diwariskan, Yadnya Karo atau Hari Raya Karo menempati posisi istimewa. Perayaan ini berlangsung setiap tahun, tepat pada tanggal 15 bulan Karo dalam penanggalan Saka.

Prosesi Adat Yadnya Karo Lumajang
Sumber Gambar: Travel Detik

Bagi masyarakat Tengger, hari tersebut dipandang sebagai simbol kelahiran manusia, sehingga menjadi momen penting untuk kembali merenungi asal-usul dan menghormati leluhur. Tradisi ini sudah berlangsung ratusan tahun dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Jika perayaan Kasada lebih dikenal secara luas oleh wisatawan, maka Yadnya Karo justru lebih mengakar di kehidupan sehari-hari masyarakat Tengger. Inilah wujud nyata bagaimana tradisi masyarakat Tengger tetap hidup sebagai bagian dari identitas dan kebudayaan Nusantara.

 

Apa Upacara Adat Karo?

Banyak orang bertanya, apa sebenarnya upacara adat Karo itu?
Yadnya Karo adalah rangkaian ritual sakral masyarakat Tengger yang sarat makna spiritual sekaligus sosial. Prosesi dimulai dari prepekan (malam persiapan), dilanjutkan dengan mbesan duata dan tayub, kemudian pemberangkatan punden dan mbatek tumpeng gede dari kediaman kepala desa, hingga sesanti yang dipimpin oleh romo dukun.

Puncaknya adalah Nyadran, yaitu doa bersama dan tabur bunga di makam leluhur. Selain menghadirkan sisi spiritual, Yadnya Karo juga memperkuat solidaritas melalui tradisi andon mangan, yakni kebiasaan warga menjamu tamu secara bergiliran. Dari sini tampak jelas bahwa upacara adat ini bukan sekadar seremonial, melainkan perekat hubungan sosial antarwarga.


BACA JUGA: Wisata Edukatif di Lumajang: Menanamkan Cinta Budaya pada Generasi Muda

 

Rangkaian Prosesi Yadnya Karo

Prepekan dan Persiapan

Malam sebelum hari puncak disebut prepekan. Pada tahap ini, warga Tengger mulai mempersiapkan segala kebutuhan ritual, mulai dari sesaji, tumpeng, hingga perlengkapan kesenian. Suasana desa terasa lebih hidup, karena setiap keluarga turut serta menyiapkan bahan dan makanan untuk upacara.

Mbesan Duata & Tayub

Malam berikutnya diisi dengan mbesan duata dan tayub, sebuah acara ritual yang dipenuhi doa, tembang, serta tarian. Iringan musik tradisional menciptakan suasana sakral, sekaligus menjadi hiburan bagi masyarakat. Inilah saat di mana warga mulai merasakan kehangatan kebersamaan menjelang puncak acara.

Prosesi Adat Yadnya Karo Lumajang
Sumber Gambar: E-Gallery Kabupaten Lumajang

Punden & Tumpeng Gede

Keesokan harinya, rombongan warga berangkat ke punden dari rumah kepala desa. Prosesi mbatek tumpeng gede melambangkan rasa syukur atas rezeki yang diberikan Tuhan, sekaligus bentuk penghormatan terhadap leluhur yang diyakini menjaga keselamatan desa.

Sesanti oleh Romo Dukun

Bagian inti dari prosesi adalah sesanti, doa bersama yang dipimpin oleh romo dukun. Tokoh adat ini berperan sebagai penghubung spiritual antara manusia, alam, dan leluhur. Doa dipanjatkan agar masyarakat diberi kesehatan, keselamatan, serta kemakmuran.

Puncak Nyadran

Acara puncak adalah Nyadran atau sadranan. Warga berjalan menuju makam leluhur, membawa bunga untuk ditaburkan sambil berdoa bersama. Suasana terasa khidmat, diiringi tabuhan tradisional dan kesenian Jaran Kencak. Prosesi ini menutup seluruh rangkaian Yadnya Karo sekaligus menjadi simbol penghormatan kepada mereka yang telah mendahului.

Vendor Outbound Batu Malang

Makna dan Filosofi Upacara

Di balik prosesi yang meriah, Yadnya Karo menyimpan filosofi mendalam. Pertama, dari sisi spiritual, upacara ini adalah wujud permohonan restu kepada leluhur sekaligus rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, dari sisi sosial, tradisi seperti andon mangan mempererat ikatan antarwarga, karena setiap orang terlibat aktif. Ketiga, dari sisi identitas budaya, Yadnya Karo adalah bukti nyata bagaimana kebudayaan Nusantara tetap hidup, bahkan di era modern.

Masyarakat Tengger percaya bahwa leluhur memiliki peran penting dalam menjaga kesejahteraan dan keselamatan keluarga maupun desa. Dengan melestarikan upacara adat ini, generasi muda belajar tentang nilai penghormatan, kebersamaan, dan tanggung jawab sosial.

 

Suasana Perayaan di Lapangan

Pada hari pelaksanaan, suasana desa berubah menjadi lautan warna-warni. Warga mengenakan pakaian adat Tengger, lengkap dengan kain dan ikat kepala khas. Rombongan berjalan beriringan menuju lokasi upacara, diiringi suara gamelan dan tabuhan alat musik tradisional.

Kesenian Jaran Kencak sering kali ditampilkan, menambah semarak perayaan. Meski penuh keceriaan, nuansa sakral tetap terasa. Dokumentasi foto menunjukkan bagaimana wajah-wajah warga memancarkan kebanggaan sekaligus kekhidmatan. Inilah momen di mana wisata budaya Lumajang benar-benar menampilkan sisi autentik sebuah tradisi.


BACA JUGA: Jalur Pendakian Semeru dari Lumajang: Apa yang Perlu Disiapkan?


Hari Raya Karo Itu Apa?

Selain prosesi, penting juga memahami pertanyaan: Hari Raya Karo itu apa?
Hari Raya Karo adalah momen khusus dalam penanggalan Saka, jatuh pada tanggal 15 bulan Karo. Hari ini dipandang sebagai simbol kelahiran manusia dan menjadi saat paling tepat untuk melaksanakan ritual adat. Dalam kalender adat Tengger, perayaan ini menempati posisi penting setelah Hari Raya Kasada.

Artinya, Yadnya Karo tidak sekadar ritual, tetapi juga kalender budaya yang mengingatkan masyarakat pada siklus kehidupan manusia.

 

Peran Pemerintah dan Upaya Pelestarian

Pemerintah daerah, melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Lumajang, telah menetapkan Yadnya Karo sebagai bagian dari kalender budaya resmi. Dokumentasi rutin dilakukan agar generasi mendatang memiliki rujukan autentik.

Selain itu, tradisi ini juga dipromosikan sebagai bagian dari wisata budaya Lumajang. Namun, pengelolaan tetap dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengurangi kesakralan upacara. Pemerintah desa dan tokoh adat bekerja sama mengatur tata cara kunjungan, sehingga pengunjung bisa belajar budaya tanpa mengganggu jalannya ritual.

Vendor Outbound Batu Malang

Perayaan Yadnya Karo memberi banyak pelajaran. Bagi masyarakat Tengger, ia adalah perekat sosial dan spiritual. Bagi kita, ia adalah cermin bagaimana tradisi lokal bisa tetap relevan di tengah arus modernisasi.

Dengan melibatkan generasi muda dalam setiap prosesi, nilai penghormatan kepada leluhur, rasa syukur, dan kebersamaan akan terus diwariskan. Pelestarian tradisi ini tidak hanya menjaga identitas Suku Tengger, tetapi juga memperkaya mozaik kebudayaan Nusantara.

Yadnya Karo di Lumajang bukan sekadar upacara adat. Ia adalah perayaan kehidupan, penghormatan pada leluhur, dan simbol kebersamaan masyarakat. Saat tradisi ini terus dijaga, maka warisan budaya akan tetap hidup dan menjadi kebanggaan bersama.

 

Penulis: Avifa

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *