Kisah Masjid Nimra (Namirah), Jejak Sejarah dan Keagungan Spiritual
,%20Jejak%20Sejarah%20dan%20Keagungan%20Spiritual.webp)
Ketika kita berbicara tentang Haji dan simbol-simbolnya, Masjid Nimra (juga disebut Masjid Namirah) muncul sebagai salah satu objek paling sakral yang sering disebut dalam literatur Islam. Masjid ini memiliki tempat istimewa dalam kisah Haji Wada’ (Haji Perpisahan) Nabi Muhammad SAW.
Lokasi dan Nama, Di Mana Masjid
Nimra Berada?
Masjid
Nimra (atau nama lengkap Masjid al-Namirah atau Masjid Nimrah) terletak di Wadi
Uranah, sebuah lembah di bagian barat Dataran Arafah, di dekat kota Mekkah,
Arab Saudi. Nama “Nimra atau
Namirah” diambil dari gunung kecil di sebelah barat yang disebut Gunung Nimrah.
Seiring
waktu, masjid ini juga dikenal dengan nama lain seperti Masjid Uranah, Masjid
Arafah, atau Masjid Ibrahim al-Khalil, sesuai dengan konteks sekitarnya dan
fungsi ritual. Salah satu fakta unik: sebagian bagian masjid berada di
luar batas Arafah, tepatnya di bagian lembah Uranah, sehingga terdapat diskusi
fiqh terkait apakah seluruhnya dianggap bagian dari Arafah atau tidak.
Sejarah dan Fungsi Utama
Saat Wukuf dan Khutbah
Perpisahan
Puncak
makna Masjid Nimra berkaitan dengan peristiwa Haji Wada’ (Haji Perpisahan) yang
terjadi pada tahun ke-10 Hijriah (sekitar 632 M). Ketika itu Nabi Muhammad SAW
berada di padang Arafah.
Dalam
sebuah momen penting, beliau mendirikan Wakaf (berdiam) di lembah Uranah dan
menggunakan tempat itu sebagai lokasi beliau menyampaikan Khutbah Perpisahan
(Khatbatul Wada’) kepada ribuan sahabat dan jamaah haji. Dikisahkan bahwa
beliau memulai khutbah kemudian melanjutkan dengan memimpin salat Dzuhur dan
Asar secara disatukan (jamak) di tempat itu.
Dalam
banyak sumber disebut bahwa tempat ini menjadi titik di mana ajaran universal
Islam diutarakan: hak, kewajiban, persamaan, zakat, hubungan sosial, etika, dan
pentingnya menjaga ukhuwah Islamiyah. Setelah menyampaikan khutbah dan
melakukan salat Dzuhur Ashar gabungan, Nabi SAW kemudian memindahkan tampatnya
ke Arafah untuk wuquf.
Pembangunan dan Perluasan
Masjid
Nimra dibangun pada masa selanjutnya, di masa Islam awal, untuk mengenang
peristiwa bersejarah tersebut. Beberapa catatan menyebut pembangunannya dimulai
pada abad ke-2 Islam. Di era Abbasiyah, bangunan awal digagas, dan dalam masa
pemerintahan Saudi terjadi perluasan besar sehingga masjid kini mencakup area
luas dengan kapasitas besar.
Perluasan
terakhir membuat masjid memiliki enam menara, tiga kubah, banyak pintu (sekitar
64 pintu), beberapa pintu utama (sekitar 10), serta area halaman yang luas
untuk menampung jamaah. Kapasitas jamaah dalam literatur modern sering disebut
lebih dari 400.000 orang pada hari Arafah.
Signifikansi dan Praktik Ibadah
Khutbah Arafah dan Salat
Dzuhur-Ashar
Pada
Hari Arafah, setelah jamaah tiba dari Mina, sebagian dari mereka berkumpul di
Masjid Nimra untuk mendengarkan khutbah dan melakukan salat Dzuhur dan Asar
secara berjamaah. Imam Masjid Nimra akan menyampaikan khutbah Arafah, yang
juga dikenal sebagai khutbah wukuf, sebagai momen kemuncak spiritual haji,
sebelum seluruh jamaah melanjutkan ritual wuquf dan doa di Arafah.
Pemerintah
Arab Saudi biasanya menugaskan seorang khatib (khatib wukuf) untuk berbicara
dari Masjid Namirah. Misalnya, pada tahun 2025 Khalifah Saleh bin Abdullah bin
Humaid ditunjuk sebagai khatib di Masjid Namirah pada Hari Arafah.
Khutbah
Arafah disampaikan dengan tema-tema penting: persatuan umat Islam, larangan
membunuh sesama, hak asasi, kedudukan wanita, dan ajakan kembali ke Al-Qur’an
dan Sunnah.
Baca Juga: Kenapa Dinamakan Masjid Namira, Asal Nama dan Kisah Pendiri
Waktu Operasional dan Akses
Berbeda
dari masjid pada umumnya, Masjid Nimra secara resmi “dibuka” terutama pada hari
Arafah (9 Dzulhijjah), ketika jutaan jamaah berada di padang Arafah. Pada
kesempatan itu, jamaah dari seluruh dunia berkumpul untuk salat dan
mendengarkan khutbah.
Meskipun buka utama hanya pada hari Arafah, masjid itu tetap aktif dalam pemeliharaan fisiknya dan persiapan teknis setiap tahunnya. Beberapa sumber menyebut tanggal 15 Juni sebagai tanggal simbolis buka masjid untuk salat Dzuhur Ashar bagi lebih dari 400.000 jamaah, tetapi data tersebut tampaknya merupakan interpretasi kalender konversi atau media lokal, bukan dari sumber Arab resmi.

Tantangan Fikih dan Batas Arafah
Karena
sebagian bagian Masjid Nimra berada di lembah Uranah yang berada di luar batas
Arafah, ada aturan fiqih penting. Jamaah yang berada di bagian depan (luar
batas Arafah) selama dari Dzuhur hingga Ashar dapat dianggap “berdiam di luar
Arafah”, yang bisa mempengaruhi keabsahan sebagian ibadah haji.
Karenanya,
setelah menyelesaikan salat, kebanyakan jamaah berpindah ke area belakang
masjid (yang berada di dalam batas Arafah) atau ke padang Arafah langsung agar
tetap valid dalam rangka wukuf di Arafah. Beberapa
papan petunjuk dan tanda dipasang di area masjid untuk mengingatkan jamaah agar
tidak tinggal di bagian depan terlalu lama.
Baca Juga: Masjid Namira Lamongan, Sebuah Pencapaian Arsitektur Religius
Warisan dan Makna Spiritual
Masjid
Nimra bukan sekadar bangunan megah, melainkan simbol abadi dari titik penting
dalam sejarah Islam. Beberapa makna yang menguat:
- Kenangan Final Khutbah Nabi:
tempat di mana disampaikan pesan penting terakhir dari Rasulullah SAW
kepada umatnya.
- Simbol Kesatuan Umat:
khutbah Arafah mengundang semua jamaah haji dari berbagai bangsa dan suku
agar bersatu dalam iman.
- Cerminan Ketaatan dan Kepasrahan:
jamaah yang merasakan hadir di Arafah dan mendengar khutbah di masjid ini
merasakan kedekatan batin dengan ajaran Islam.
- Inspirasi bagi Masjid-nama Lain: banyak masjid di luar Arab terinspirasi menyebut “Namira atau Namirah” sebagai bentuk penghormatan terhadap masjid ini.
Masjid
Nimra (Namirah) adalah salah satu landmark Islam yang sangat penting, terutama
bagi para jamaah haji. Di situlah Nabi Muhammad SAW menyampaikan Khutbah
Perpisahan dan memimpin salat Dzuhur Ashar saat Haji Wada’.
Meskipun
secara fisik sebagian masjid berada di luar batas Arafah, praktik ibadah
dirancang sedemikian rupa agar jamaah tetap memenuhi syarat wukuf. Keberadaan masjid ini, dengan kapasitas sangat besar dan
kemegahan arsitektur, menjadi pusat perhatian umat Islam setiap tahunnya.
Ia
bukan hanya monumen sejarah, tetapi jembatan spiritual yang menghubungkan
generasi umat Islam masa kini dengan zaman Nabi.
Penulis: Beatrice Rezqikha Zerlinda (bea)
.png)
