Kopi Cethe & Tradisi Nyethe, Kisah Seni dan Ritual Sosial dalam Secangkir Kopi Tulungagung
Di saat dunia sibuk dengan tren kopi third wave,
V60, dan aeropress, Tulungagung tetap setia pada tradisi kopinya yang
unik, sederhana, namun sarat akan makna budaya.
Di sini, kopi bukan hanya soal rasa, tetapi juga
tentang seni, kesabaran, dan interaksi sosial. Selamat datang di dunia Kopi
Cethe dan tradisi Nyethe.
Ini adalah ritual yang melampaui sekadar aktivitas
minum kopi. Ia adalah kanvas bagi kreativitas, perekat komunitas, dan bagian
tak terpisahkan dari denyut kehidupan sehari-hari.
Jika Anda ingin benar-benar memahami jiwa Tulungagung,
lupakan sejenak kafe modern dan mari kita selami salah satu pilar terpenting
dalam peta kuliner khas Tulungagung ini.
Membedah
Kopi Cethe: Bukan Sekadar Kopi Hitam Biasa
Untuk memahami nyethe, pertama kita harus
mengenal kopinya. Kopi Cethe bukanlah nama biji kopi, melainkan hasil dari
sebuah proses penyajian yang khas dan menghasilkan "bahan baku" utama
untuk berkesenian.
Proses
Memasak 'Kothok' yang Khas
Kopi Cethe secara tradisional dibuat dengan metode kopi
kothok.
- Bahan Sederhana: Bubuk kopi
yang sangat halus (seringkali dicampur jagung atau beras untuk tekstur)
dan gula direbus bersamaan dalam sebuah panci kecil (disebut cezve
atau ibrik di Timur Tengah).
- Direbus Berulang Kali: Campuran ini
direbus hingga mendidih, diangkat, lalu direbus lagi. Proses ini dilakukan
beberapa kali untuk menciptakan cairan kopi yang sangat pekat dan kental.
- Hasil Akhir: Kopi disajikan tanpa
disaring, menghasilkan minuman yang pekat dengan lapisan ampas halus yang
mengendap di dasar cangkir.
Hasil Akhir:
'Lelet', Ampas Kopi yang Berharga
Endapan atau ampas kopi yang sangat halus di dasar
cangkir inilah yang disebut lelet. Bagi peminum kopi biasa, ampas
adalah sisa yang dibuang.
Baca Juga: Mengungkap Sejarah Klenteng Kwan Sing Bio Tuban dan Mitos di Balik Simbol Kepiting Raksasa
Namun dalam tradisi Kopi Cethe, lelet adalah
harta karun. Pasta kental inilah yang akan menjadi "tinta" untuk
melukis.
Nyethe: Seni
Melukis Rokok dengan Ampas Kopi
Nyethe adalah jantung
dari budaya ini. Ini adalah kegiatan mengambil lelet kopi dan
menggoreskannya pada batang rokok untuk menciptakan berbagai macam motif dan
gambar.
Alat dan
Bahan Sederhana
- Tinta: Lelet kopi kental dari cangkir.
- Kanvas: Sebatang rokok, biasanya rokok kretek putih agar
motif terlihat jelas.
- Kuas: Sebatang lidi kecil, tusuk gigi, atau korek api
kayu yang diruncingkan.
Teknik dan
Filosofi di Balik Goresan
Tidak ada aturan baku dalam nyethe. Motifnya
bisa berupa pola geometris sederhana seperti batik (garis, titik, lengkung),
hingga gambar yang lebih kompleks seperti logo, tulisan, atau sketsa wajah bagi
mereka yang sudah mahir.
Di balik aktivitas ini, ada filosofi kesabaran dan
ketelitian. Nyethe adalah proses meditatif yang membutuhkan fokus,
sebuah cara untuk memperlambat waktu di tengah dunia yang serba cepat.
Rokok yang telah di-cethe juga diyakini
memiliki aroma yang lebih khas saat dibakar.
Lebih dari
Minuman: Warung Kopi sebagai Ruang Sosial
Tradisi Kopi Cethe dan nyethe tidak bisa
dipisahkan dari ekosistemnya: warung kopi (warkop). Warkop di
Tulungagung berfungsi sebagai ruang publik, tempat di mana semua lapisan
masyarakat berkumpul, dari petani, pelajar, hingga pejabat.
Di sinilah percakapan mengalir bebas selama
berjam-jam. Mereka mendiskusikan segala hal, mulai dari hasil panen, berita
lokal, hingga politik, semuanya sambil tangan mereka sibuk melukis di atas
batang rokok.
Warkop menjadi pilar demokrasi lokal dan pusat
interaksi sosial yang otentik.
Panduan
Menikmati Kopi Cethe untuk Pemula
- Pesan yang Benar: Mintalah
"Kopi Cethe" atau "Kopi Kothok" kepada penjual.
- Habiskan Kopinya Perlahan: Nikmati
cairan kopinya terlebih dahulu, sisakan endapan kental di dasar cangkir.
- Minta Alat: Minta sebatang lidi atau
tusuk gigi kepada penjual.
- Mulai Berkreasi: Jangan takut
untuk mencoba. Mulailah dengan membuat titik-titik atau garis sederhana di
batang rokok Anda.
- Amati Sekitar: Cara terbaik untuk
belajar adalah dengan mengamati para ahli nyethe di sekitar Anda.
Jangan ragu untuk bertanya!
Melengkapi
Petualangan Rasa Anda
Budaya cangkruk (nongkrong) di warkop ini
adalah bagian dari ritme harian masyarakat Tulungagung. Seringkali, ritual ini
dilakukan setelah menikmati hidangan utama yang lezat.
- Setelah Makan Besar: Bayangkan
betapa nikmatnya bersantai dengan secangkir Kopi Cethe setelah menyantap
sepiring Ayam Lodho Tulungagung yang pedas dan kaya rasa. Ini
adalah kombinasi pengalaman kuliner yang sempurna.
- Sebelum Berburu Buah Tangan: Menikmati
Kopi Cethe juga bisa menjadi cara yang pas untuk bersantai dan
merencanakan langkah selanjutnya, seperti berburu buah tangan. Setelah
rileks, Anda bisa mulai mencari oleh-oleh khas Tulungagung yang wajib
dibeli untuk keluarga di rumah.
Secangkir
Kopi Penuh Cerita
Kopi Cethe dan tradisi nyethe adalah bukti
bahwa kekayaan budaya tidak selalu berwujud benda-benda megah seperti candi. Ia
bisa hadir dalam bentuk yang sangat sederhana: secangkir kopi, sebatang rokok,
dan percakapan hangat di sebuah warung kopi.
Mengalami tradisi ini secara langsung bukan hanya
tentang mencoba minuman lokal. Ini adalah tentang menyelami cara hidup,
memahami ritme sosial, dan menjadi bagian dari sebuah ritual komunal yang
indah.
Jadi, saat di Tulungagung, luangkan waktu Anda, pesan
secangkir Kopi Cethe, dan biarkan jari-jemari Anda menari dengan ampas kopi.