Mengenal Museum Huruf Jember Tempat Unik Belajar Sejarah Aksara
Museum Huruf Jember merupakan salah satu destinasi wisata
edukasi Jember yang unik dan jarang ditemui di daerah lain. Berlokasi di Jalan
Bengawan Solo No. 27, Sumbersari, Kabupaten Jember, museum ini berdiri pada 30
Agustus 2017 berkat gagasan dua tokoh lokal, Ade Sidiq Permana dan Erik
Wijayanto, bersama komunitas kreatif di Jember.
Sejak dibuka untuk umum, museum ini cepat menarik
perhatian berbagai kalangan. Bukan hanya mahasiswa dan pelajar yang datang
untuk memperdalam wawasan, tetapi juga peneliti serta wisatawan asing yang
penasaran dengan perjalanan panjang sejarah literasi Nusantara.
Lahir dari
Komunitas Kreatif
Gagasan pendirian museum berawal dari diskusi intens
di Komunitas Rumah Desain Mix Media Jember. Ade Sidiq dan Erik Wijayanto
kemudian menyulap sebuah ruang di kediaman pribadi menjadi ruang pamer. Dari
sinilah lahir Museum Huruf Jember, yang kini dikenal sebagai
satu-satunya museum khusus huruf dan aksara di Indonesia.
Mengapa kehadiran museum ini penting? Karena huruf tidak hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga simbol peradaban. Dengan menelusuri huruf, kita sesungguhnya sedang menyusuri identitas bangsa dan sejarah panjang kebudayaan manusia.
BACA JUGA: Jejak Sejarah Kota Jember Pusat Perkebunan Kolonial di Jawa Timur
Koleksi dan
Ruang Pameran
Aksara
Nusantara
Museum ini menyimpan berbagai koleksi aksara kuno
Indonesia yang kini sebagian besar sudah jarang digunakan. Pengunjung dapat
menemukan aksara Jawa, Kawi, Pallawa, Ulu, hingga aksara Lontara dari
Bugis-Makassar.
Koleksi Lontara bahkan dipajang dalam bentuk unik:
huruf-hurufnya dibordir pada kain yang membungkus manekin, menghadirkan
pengalaman visual yang menarik.
Aksara Dunia
Selain aksara lokal, museum juga menampilkan sistem
tulisan dari peradaban besar dunia, seperti Hanzi dari Cina, Hieroglif Mesir,
dan Cuneiform Babilonia.
Dengan begitu, pengunjung dapat membandingkan
perjalanan aksara dari berbagai belahan dunia dan menyadari bagaimana
simbol-simbol sederhana berkembang menjadi bahasa tulis yang kompleks.
Ruang
Interaktif dan Edukasi
Ruang pameran di Museum Huruf dibagi berdasarkan tema.
Ada ruang “Awal Simbol & Sejarah Global” yang menampilkan proto-tulisan,
ruang “Aksara Nusantara & Lokal” yang fokus pada budaya Indonesia, dan
ruang “Tipografi Modern” yang menunjukkan adaptasi huruf tradisional ke desain
kontemporer.
Pengunjung tidak hanya diajak melihat, tetapi juga
berinteraksi. Ada sudut aktivitas untuk mencoba menggambar aksara kuno,
mencetak blok sederhana, hingga mempelajari tipografi. Fasilitas ini membuat
museum menjadi destinasi tempat wisata budaya di Jember yang
menyenangkan sekaligus edukatif.
Akses dan
Informasi Praktis
Museum Huruf buka setiap Selasa hingga Minggu, mulai pukul 10.00 hingga 16.00 WIB. Tiket masuknya sangat terjangkau, sekitar Rp 5.000 per orang.
Lokasinya pun strategis: hanya 1 km dari Stasiun Jember, 11 km
dari Terminal Tawang Alun, dan sekitar 188 km dari Bandara Abdul Rachman Saleh.
Apakah museum ini
mudah diakses oleh turis asing?
Jawabannya, ya. Karena berada di pusat kota, dekat
dengan stasiun, serta memiliki jam operasional yang konsisten, museum ini
menjadi destinasi populer bagi wisatawan mancanegara. Bahkan, seorang penulis
asal Belanda pernah datang khusus untuk melakukan riset literasi di sini.
Tak hanya itu, museum ini juga mendapat ulasan
positif. Seperti yang ditulis Aries Purwantiny di Google Maps tiga minggu lalu:
“Informasi perkembangan huruf dan bahasa di dunia yang
merupakan koleksi pribadi hingga menjadi huruf dan bahasa komunikasi ...
Memperingati Hari Aksara Nusantara Tahun 2025.”
Ulasan ini membuktikan bahwa Museum Huruf tidak
sekadar ruang pamer, melainkan juga bagian dari denyut budaya yang hidup.
BACA JUGA: Menelusuri Jejak Emas Jember: Mengungkap Kisah di Balik Megahnya Museum Tembakau
Nilai Sosial
dan Filosofis Museum Huruf
Museum Huruf Jember bukan hanya ruang koleksi, tetapi
juga ruang refleksi. Setiap aksara yang dipamerkan mengandung makna filosofis.
Huruf dipandang sebagai jembatan antara pikiran dan realitas, antara simbol dan
makna.
Artikel reflektif di Kompasiana menyebut bahwa museum
ini mendorong pengunjung untuk merenungkan kembali fungsi huruf, bukan hanya
sebagai lambang komunikasi, melainkan juga sebagai simbol eksistensi budaya.
Dengan cara ini, museum menjadi ruang dialog antara masa lalu, masa kini, dan
masa depan.
Selain itu, museum juga aktif dalam kegiatan edukasi.
Setiap tahun, mereka menyelenggarakan seminar, lokakarya, hingga peringatan Hari
Aksara Nusantara. Kegiatan ini memberi pesan kuat bahwa literasi bukan
hanya soal membaca dan menulis, tetapi memahami akar simbol yang membentuk
peradaban.
Tantangan
dan Inovasi
Menjalankan museum independen tentu tidak mudah.
Pengelola menghadapi tantangan finansial, keterbatasan sumber daya manusia, dan
bagaimana menarik minat generasi muda.
Bagaimana Museum
Huruf bertahan di masa pandemi?
Menurut pengelola, konsistensi visi menjadi kunci.
Mereka sempat membuka ruang diskusi daring agar museum tetap hidup di tengah
keterbatasan.
Untuk menjaga relevansi, kini museum juga berinovasi
dengan digitalisasi arsip aksara serta integrasi ke event budaya besar, seperti
Jember Fashion Carnival. Kolaborasi ini tidak hanya menjaga eksistensi museum,
tetapi juga memperluas audiensnya.
Dampak dan
Masa Depan
Keberadaan Museum Huruf Jember memberi dampak besar
pada masyarakat. Ia menjadi ikon wisata sejarah sekaligus simbol kebanggaan
lokal.
Lebih dari itu, museum ini menegaskan bahwa warisan
tidak selalu berbentuk monumen besar, tetapi bisa berupa huruf-huruf sederhana
yang menyimpan makna mendalam.
Ke depan, Museum Huruf berpotensi berkembang menjadi
pusat riset aksara nasional bahkan internasional. Upaya pelestarian aksara
lokal yang terancam punah, kolaborasi dengan dunia akademis, serta integrasi
teknologi digital menjadi jalan penting menuju masa depan.
Sumber
Gambar 1: NativeIndonesia
Sumber Gambar 2: Singaparna
Penulis:
Avifa