Jejak Sejarah Kota Jember Pusat Perkebunan Kolonial di Jawa Timur

Jember, sebuah kota yang terletak di pesisir selatan
dan lereng pegunungan Jawa Timur, bukan sekadar wilayah transit atau pusat
pertanian modern. Di balik hiruk pikuknya sebagai pusat
budaya Pandhalungan, Jember menyimpan lapisan sejarah panjang: dari jejak
Majapahit, kerajaan kecil Sadeng, hingga transformasi menjadi pusat perkebunan
kolonial Belanda pada abad ke-19.
Momen penting yang menandai kelahiran administratif
modern Kabupaten Jember adalah tanggal 1 Januari 1929, ketika wilayah
ini resmi ditetapkan sebagai regentschap (kabupaten) setelah keputusan
gubernur jenderal pada 1928. Tanggal inilah yang kini diperingati sebagai hari
jadi Jember.
Di sini akan menelusuri jejak panjang sejarah Jember mulai
dari era pra-kolonial, masuknya perkebunan, pembentukan administratif, hingga
warisan budaya dan peninggalan kolonial Jember yang masih dapat dijumpai hari
ini.
Jejak Awal:
Dari Majapahit hingga Kerajaan Sadeng
Sejarah Jember tidak bisa dilepaskan dari kisah besar
Nusantara. Catatan perjalanan Raja Majapahit, Hayam Wuruk, pada abad ke-14
menunjukkan bahwa rombongan kerajaan pernah singgah di wilayah timur Pulau
Jawa. Situs arkeologis seperti Candi Deres dan sumur kuno di Gumukmas menjadi
bukti adanya aktivitas masyarakat pada masa itu.
Lebih jauh lagi, wilayah selatan Jember pernah menjadi
bagian dari Kerajaan Sadeng, sebuah kerajaan kecil yang berperan sebagai
pemasok pangan bagi Majapahit. Meski akhirnya runtuh, jejak kerajaan lokal ini
memperlihatkan bahwa Jember sudah terintegrasi dalam jaringan politik dan
ekonomi Jawa Timur sejak lama.
Bagi para pencinta wisata sejarah Jember, keberadaan
situs-situs purbakala ini menjadi daya tarik tersendiri. Walau tidak sebesar
peninggalan di Trowulan atau Yogyakarta, peninggalan di Jember memperkaya
narasi tentang perjalanan panjang daerah ini.
BACA JUGA: Daftar Wisata Sejarah Jember dari Megalitikum hingga Candi Kuno
Abad ke-19
hingga Awal ke-20: Transformasi Menjadi Pusat Perkebunan
Masuknya Belanda dengan kebijakan kolonial pada abad
ke-19 mengubah wajah Jember secara drastis. Wilayah yang sebelumnya didominasi
lahan pertanian tradisional dialihfungsikan menjadi perkebunan besar. Komoditas
yang ditanam pun bukan sekadar kebutuhan lokal, melainkan orientasi ekspor:
- Tembakau: komoditas unggulan yang kemudian dikenal
sebagai Na-Oogst, berkualitas tinggi dan diminati pasar Eropa.
- Kopi dan Kakao: hasil bumi yang menambah
daya tarik ekonomi Jember.
- Karet: produk penting di era revolusi industri.
Perusahaan-perusahaan Eropa, termasuk NV. Landbouw
Maatschappij Oud Djember, menanamkan investasi besar. Mereka membangun
pabrik pengolahan, jalur transportasi, serta infrastruktur perkotaan yang masih
meninggalkan jejak hingga kini.
Dampak sosial-ekonomi pun terasa nyata. Pada 1930-an,
ribuan orang Eropa tercatat tinggal di Jember. Kota ini pun berubah menjadi
pusat produksi dan ekspor perkebunan di Keresidenan Besuki. Tak heran bila
hingga kini Jember kerap dijuluki sebagai kota perkebunan kolonial di Jawa
Timur.

1928–1929:
Perubahan Status Administratif
Pertanyaan klasik yang sering muncul adalah: Kapan
sebenarnya Jember terbentuk?
Secara administratif modern, jawabannya adalah 1
Januari 1929. Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 1928 yang
tercatat dalam Staatsblad meningkatkan status Jember dari distrik menjadi regentschap
(kabupaten).
Tokoh penting dalam fase ini adalah R.T. Ario
Notohadinegoro, bupati pertama Jember yang memimpin transisi administratif
tersebut. Beliau kemudian dikenang sebagai salah satu figur sentral yang
membuka babak baru dalam sejarah pemerintahan Jember.
Sejak saat itu, hari jadi Jember diperingati setiap 1
Januari, bukan hanya sebagai simbol administratif, tetapi juga sebagai penanda
transformasi sosial-ekonomi wilayah ini.
Era
Kemerdekaan hingga Reformasi
Setelah Proklamasi 1945, Jember kembali mengalami
dinamika administratif. Pada suatu periode, pernah dibentuk Kota Administratif
Jember yang memisahkan sebagian wilayah perkotaan.
Namun, restrukturisasi wilayah otonomi daerah kemudian
mengembalikan status Jember sepenuhnya sebagai kabupaten. Momentum penting
berikutnya adalah 1 Januari 2001, ketika penataan ulang administratif sesuai
era otonomi daerah dilakukan.
Dari sinilah pembagian kecamatan di Jember ditetapkan
seperti yang kita kenal hari ini. Dengan kata lain, perjalanan administratif
Jember mencerminkan bagaimana dinamika politik nasional turut memengaruhi wajah
pemerintahan daerah.
Warisan
Kolonial dan Identitas Sosial-Budaya
Warisan sejarah kolonial di Jember tidak hanya berupa
bangunan fisik, tetapi juga struktur sosial. Keberadaan perkebunan yang
melibatkan tenaga kerja dari berbagai daerah melahirkan komunitas Pandhalungan—perpaduan
budaya Jawa dan Madura yang kini menjadi identitas khas masyarakat Jember.
Beberapa peninggalan kolonial Jember yang masih dapat
dijumpai antara lain:
- Gedung-gedung bekas kantor perkebunan.
- Permukiman dengan arsitektur bergaya Eropa.
- Infrastruktur transportasi peninggalan Belanda.
Selain itu, Jember juga dikenal dengan keragaman etnis
dan tradisi. Dari seni musik patrol, ritual-ritual agraris, hingga tradisi
Madura yang berpadu dengan Jawa, semuanya lahir dari sejarah panjang
percampuran budaya di wilayah ini.
Wisata
Sejarah Jember: Menyusuri Jejak Masa Lalu
Bagi wisatawan, menelusuri sejarah Jember bisa menjadi
pengalaman unik. Beberapa destinasi yang dapat dijadikan rujukan wisata sejarah
antara lain:
- Candi Deres di Gumukmas, sebagai
saksi bisu era Majapahit.
- Bangunan kolonial di pusat kota Jember, yang masih kokoh berdiri meski fungsinya sudah berubah.
- Museum Tembakau Jember, yang
menampilkan koleksi tentang komoditas perkebunan kolonial yang mengangkat
nama Jember ke kancah internasional.
Dengan perpaduan panorama alam pantai selatan,
pegunungan Argopuro, hingga perkebunan yang luas, Jember menawarkan wajah
wisata sejarah dan wisata alam sekaligus.
BACA JUGA: Menelusuri Jejak Emas Jember: Mengungkap Kisah di Balik Megahnya Museum Tembakau
Data &
Fakta Singkat
- Hari jadi Jember: 1 Januari
1929 (berdasarkan Staatsblad 1928).
- Bupati pertama: R.T. Ario
Notohadinegoro.
- Komoditas utama kolonial: tembakau,
kopi, kakao, karet.
- Populasi Eropa (1930-an): tercatat
ribuan jiwa tinggal di Jember.
Sejarah Jember adalah cerita transformasi. Dari jejak
Majapahit dan kerajaan kecil Sadeng, wilayah ini menjelma menjadi pusat
perkebunan kolonial yang diperhitungkan pada awal abad ke-20. Transformasi itu
tidak berhenti di era kolonial, tetapi berlanjut hingga masa kemerdekaan,
reformasi, hingga Jember modern hari ini.
Peringatan hari jadi Jember setiap 1 Januari
bukan sekadar seremonial, tetapi pengingat akan momen penting yang mengubah
status, wajah ekonomi, dan arah pembangunan kota ini.
Dengan memahami sejarahnya, kita tidak hanya mengenal
Jember sebagai sebuah lokasi, tetapi juga sebagai ruang pertemuan sejarah,
budaya, dan identitas. Bagi wisatawan, menelusuri wisata sejarah Jember adalah
cara terbaik untuk membaca lapisan-lapisan narasi yang membentuk wajah kota
ini.
Jember, dengan warisan kolonial dan kekayaan
budayanya, tetap menjadi pintu masuk untuk memahami dinamika sosial-ekonomi
Jawa Timur secara lebih luas.
Sumber
Gambar: NNC Netralnews
Penulis: Avifa
.png)
