Sejarah Megalitikum Situs Klanceng Jember Pesona Tersembunyi di Desa Kamal

Sejarah
Megalitikum Situs Klanceng Jember
Di ujung timur Pulau Jawa, tepatnya di Desa Kamal,
Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, terdapat jejak prasejarah yang masih
terpelihara hingga kini. Situs Klanceng—nama yang diberikan warga setempat
untuk kumpulan artefak batu menjadi salah satu saksi bisu peradaban megalitik.
Dari batu kenong yang menyerupai instrumen gamelan
hingga kubur batu yang pernah digunakan sebagai wadah pemakaman, semuanya
menjadi bukti keberadaan komunitas manusia purba di kawasan ini.
Keberadaan situs ini tidak hanya menarik bagi
arkeolog, tetapi juga bagi pecinta sejarah dan wisatawan yang ingin melihat
langsung warisan budaya Jember yang jarang terungkap. Namun, di balik
potensinya, masih ada tantangan besar dalam hal pelestarian.
Jejak
Megalitikum di Desa Kamal
Situs Klanceng bukanlah satu-satunya peninggalan
megalitik di Desa Kamal. Ada pula Situs Duplang dan Kendal yang sama-sama
menyimpan koleksi batu kuno.
Yang paling mudah dikenali adalah batu kenong, batu
bulat dengan tonjolan di atasnya, mirip dengan kenong gamelan. Artefak ini
sebagian besar terbuat dari batu andesit, terserak di pekarangan rumah, ladang,
dan tepi sawah.
Kondisinya sederhana, tanpa pagar pembatas atau pusat
informasi resmi. Namun, justru kesederhanaan inilah yang membuat situs ini
terasa autentik, seakan membawa pengunjung mundur ke masa lalu.
Pertanyaan yang muncul: Apa yang membuat Situs Klanceng penting?
Jawabannya sederhana: karena situs ini menyimpan bukti nyata tentang kebudayaan
megalitik yang berkembang di Jawa Timur.
Batu-batu yang ditemukan tidak hanya menunjukkan
fungsi ritual atau pemakaman, tetapi juga menggambarkan sistem sosial dan
religius masyarakat prasejarah. Banyak dari batu itu masih tertanam di bawah
tanah, sehingga penelitian lanjutan berpotensi menemukan lebih banyak
peninggalan.
Kondisi
Lapangan dan Cerita Warga
Hingga kini, koleksi batu megalitik di Situs Klanceng
masih dikelola secara sederhana oleh warga. Di lokasi pengumpulan, terdapat sekitar
59 batu kenong yang ditata rapi, menjadi semacam galeri terbuka.
Namun, menurut perkiraan tokoh masyarakat, jumlah
sebenarnya bisa mencapai ribuan artefak jika dilakukan pendataan menyeluruh di
seluruh Desa Kamal. Pak Kusnadi, salah seorang juru pelihara, pernah mengatakan
bahwa masih banyak batu yang terkubur atau tersebar di lahan warga.
Sayangnya, perhatian dari pihak berwenang masih minim.
Fasilitas dasar seperti listrik, pagar, atau papan informasi pun nyaris tidak
tersedia.
Kisah ini memperlihatkan dilema antara kekayaan
sejarah dan keterbatasan pengelolaan. Warga berusaha menjaga sebaik mungkin,
tetapi tanpa dukungan pemerintah dan lembaga budaya, pelestarian tetap menjadi
pekerjaan berat.
BACA JUGA: Jejak Sejarah Kota Jember Pusat Perkebunan Kolonial di Jawa Timur
Ragam
Artefak Megalitikum
Artefak yang ditemukan di Desa Kamal bervariasi,
mencerminkan kekayaan tradisi megalitik Nusantara. Beberapa di
antaranya:
- Kubur batu (dolmen), yang dahulu
digunakan sebagai tempat pemakaman.
- Batu kenong, dengan tonjolan satu
atau dua, berfungsi sebagai penanda atau simbol ritual.
- Menhir, batu tegak yang biasanya menjadi simbol
penghormatan leluhur.
- Monolit lain, yang kemungkinan besar
digunakan dalam upacara adat.
Inventarisasi yang pernah dilakukan di Situs Duplang
mencatat banyak artefak lengkap dengan ukuran dan nomor identifikasi. Mayoritas
berbahan batu andesit, yang secara lokal tersedia dan tahan terhadap cuaca.
Temuan
Penelitian Geofisika
Keberadaan batu megalitik di permukaan hanyalah
sebagian dari cerita. Peneliti dari Universitas Jember pernah melakukan
penelitian menggunakan metode geolistrik resistivitas 1D (konfigurasi
Schlumberger). Hasilnya mengungkap lapisan batuan andesit di berbagai
kedalaman:
- Pada titik pertama, batu andesit ditemukan di kedalaman 1,64–17
meter dengan resistivitas 107,4–157,6 Ωm.
- Pada titik kedua, lapisan andesit muncul di kedalaman 0,75–4,41
meter.
- Ada pula temuan di kedalaman dangkal 0,00–1,04 meter hingga 7,67
meter.
Data ini memperkuat dugaan bahwa banyak artefak masih
tersembunyi di bawah permukaan. Dengan kata lain, apa yang kita lihat saat ini
hanyalah "puncak gunung es" dari keseluruhan kekayaan arkeologi
Jember.
BACA JUGA: Daftar Wisata Sejarah Kota Jember dari Megalitikum hingga Candi Kuno
Potensi dan
Tantangan Pelestarian
Mengelola situs seperti Klanceng tidaklah mudah. Ada
beberapa tantangan besar:
- Keterbatasan fasilitas: tidak ada
pagar, toilet, atau pusat informasi.
- Penyebaran artefak: banyak batu
berada di lahan warga, sehingga aksesnya terbatas.
- Kurangnya pendataan: belum ada
inventarisasi lengkap dan sistematis.
- Ancaman kerusakan: faktor alam
dan manusia berpotensi merusak artefak.
Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang
besar untuk menjadikannya destinasi wisata sejarah Jember. Dengan pendekatan
yang tepat, situs ini bisa memberi manfaat edukasi sekaligus ekonomi bagi
masyarakat sekitar.
Desa Kamal
sebagai Wisata Budaya
Bayangkan jika Desa Kamal dikelola sebagai desa wisata
budaya. Koleksi batu megalitik bisa disusun dalam sebuah museum kecil atau
galeri terbuka. Jalur edukasi bisa dibuat untuk siswa sekolah maupun wisatawan
umum, lengkap dengan pemandu lokal yang menjelaskan sejarah.
Situs Klanceng di Desa Kamal bukan sekadar tumpukan
batu kuno. Ia adalah bukti nyata keberadaan budaya megalitik yang pernah
berkembang di Jawa Timur. Dari batu kenong, kubur batu, hingga menhir, semuanya
menyimpan cerita panjang tentang manusia prasejarah.
Bagi dunia arkeologi Jember, situs ini menjadi
laboratorium alam yang belum sepenuhnya terungkap. Bagi masyarakat, ia adalah
warisan budaya yang harus dijaga. Dan bagi wisatawan, situs ini adalah pesona
tersembunyi yang menanti untuk dijelajahi.
Jika dikelola dengan baik, Situs Klanceng tidak hanya
menjadi tempat penelitian, tetapi juga pusat wisata sejarah Jember yang
membanggakan.
Sumber
Gambar: TempatWisata
Penulis:
Avifa