Gresik Dikenal dengan Julukan Kota Pudak
Kabupaten
Gresik di Jawa Timur menyimpan beragam sebutan yang melekat pada identitasnya.
Sebagian besar orang mengenalnya sebagai Kota Wali atau Kota Santri, karena
peran Gresik dalam sejarah penyebaran Islam di tanah Jawa memang sangat kuat.

Sunan Giri dan Maulana Malik Ibrahim, dua tokoh Wali Songo, menetap dan dimakamkan di Gresik. Ribuan peziarah datang setiap tahun untuk mengenang jasa mereka.
Namun,
selain dua julukan yang bernuansa religius tersebut, Gresik juga memiliki
sebutan lain yang lebih unik dan terasa manis di lidah: Kota Pudak. Julukan ini muncul karena ada satu makanan khas yang begitu
identik dengan Gresik, yakni kue pudak.
Kudapan
manis ini bukan hanya sekadar camilan biasa, tetapi sudah menjadi bagian dari
tradisi dan simbol kebanggaan masyarakat. Wisatawan yang datang ke Gresik
hampir selalu membawa pudak pulang sebagai oleh-oleh, dan karena itulah sebutan
“Kota Pudak” semakin dikenal luas.
Pudak
Kue Manis yang Jadi Identitas Gresik
Kue
pudak memiliki bahan dasar sederhana, yakni tepung beras atau sagu, gula pasir
atau gula merah, serta santan kelapa. Campuran itu menghasilkan tekstur lembut
dengan rasa manis gurih yang khas.
Namun,
yang membuat pudak begitu istimewa bukan hanya rasanya, melainkan cara
pembuatannya yang masih mempertahankan tradisi turun-temurun. Pudak dibungkus dengan ope, yaitu pelepah daun pinang yang
diproses secara khusus.
Ope
inilah yang menjadi ciri khas paling mencolok. Tidak ada kue lain di Indonesia
yang menggunakan pembungkus semacam ini.
Prosesnya
juga tidak sembarangan: pelepah pinang harus disamak, dipisahkan dari kulit
luarnya, dibersihkan, kemudian dilipat dan dijahit hingga berbentuk seperti
wadah. Baru setelah itu adonan pudak dituangkan ke dalamnya dan dikukus hingga
matang.
Bungkus
ope memberi aroma alami yang unik pada pudak, membuatnya tahan lebih lama,
sekaligus menambah daya tarik visual. Di toko-toko oleh-oleh Gresik, pudak
biasanya digantung berjajar, tampak cantik dengan warna-warna khasnya: putih
dari gula pasir, cokelat kemerahan dari gula merah, atau hijau dari pandan.
Sejarah
Pudak dan Awal Mula Julukan Kota Pudak
Tidak
ada catatan tertulis yang pasti mengenai sejak kapan pudak ada di Gresik,
tetapi masyarakat percaya bahwa kue ini sudah dikenal sejak zaman kolonial.
Sebagian pedagang dulu menjadikan pudak sebagai bekal perjalanan karena tahan
lama dan mengenyangkan.
Pudak
pun menjadi teman setia para santri yang belajar di pesantren-pesantren Gresik,
karena rasanya yang sederhana namun nikmat. Seiring
waktu, pudak semakin populer.
Para
perantau asal Gresik menjadikannya oleh-oleh khas setiap pulang kampung,
sementara wisatawan yang berkunjung untuk berziarah atau berwisata alam selalu
menyempatkan diri membeli pudak. Dari kebiasaan itu, muncullah istilah “Kota
Pudak” yang hingga kini melekat pada identitas Gresik.
Julukan
ini menegaskan bahwa kue tradisional dapat menjadi simbol budaya yang kuat,
sama halnya dengan sejarah dan agama.
Baca Juga: Apa yang Terkenal dari Kota Gresik
Ragam
Pudak yang Menggoda Selera
Walaupun
terlihat sederhana, pudak memiliki beberapa variasi rasa yang membuatnya
semakin menarik. Pudak putih yang manis lembut menjadi pilihan favorit banyak
orang.
Pudak
merah dengan gula aren menghadirkan rasa legit khas Jawa. Ada pula pudak pandan
yang harum dan berwarna hijau alami, serta pudak sagu yang teksturnya lebih
kenyal.
Masyarakat
Gresik berhasil menjaga keseimbangan antara melestarikan resep asli dan
melakukan inovasi kecil untuk menyesuaikan selera zaman. Beberapa pembuat pudak
bahkan mencoba menambah variasi rasa modern, namun tetap mempertahankan ciri
utama: kemasan ope. Tanpa ope, pudak seakan kehilangan identitasnya.
Baca Juga: Seperti Apa Pariwisata Gresik
Pudak
dalam Kehidupan Masyarakat Gresik
Bagi
masyarakat Gresik, pudak lebih dari sekadar makanan. Ia adalah bagian dari
kebiasaan sehari-hari, terutama ketika menyambut tamu atau merayakan acara
keluarga.
Banyak
keluarga di Gresik yang masih membuat pudak sendiri di rumah, meskipun sekarang
lebih mudah membelinya di toko. Selain
itu, pudak memiliki makna filosofis.
Bentuknya yang sederhana melambangkan kesahajaan masyarakat pesisir, sementara bungkus ope mencerminkan kebijaksanaan memanfaatkan sumber daya alam tanpa berlebihan. Dalam beberapa tradisi, pudak juga dianggap simbol kasih sayang, karena proses pembuatannya membutuhkan kesabaran dan ketelatenan.
Pudak
Sebagai Oleh-Oleh Wajib Wisatawan
Saat
ini, pudak adalah salah satu oleh-oleh paling dicari di Gresik. Wisatawan yang
berkunjung ke makam Sunan Giri atau Maulana Malik Ibrahim hampir selalu pulang
dengan membawa pudak.
Di
pusat kota, terutama di Jalan Sindujoyo dan Jalan Veteran, deretan toko
menjajakan pudak yang digantung berjajar, siap dibawa pulang. Daya tahan pudak juga cukup baik.
Jika
disimpan dengan benar, pudak bisa bertahan dua hingga tiga hari tanpa
mengurangi cita rasanya. Inilah yang membuatnya ideal untuk dibawa ke luar
kota.
Tidak
heran jika setiap musim liburan, permintaan pudak meningkat tajam, dan para
pengrajin bekerja ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Baca Juga: 10 Oleh-Oleh Khas Gresik yang Lezat dan Murah
Tantangan
dan Harapan untuk Pudak ke Depan
Meski
menjadi ikon kota, pudak juga menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya
adalah ketersediaan bahan pembungkus ope yang mulai terbatas.
Tidak
semua orang bisa mengolah pelepah pinang menjadi pembungkus yang rapi, sehingga
regenerasi pengrajin ope menjadi penting. Selain
itu, pudak perlu beradaptasi dengan standar higienis modern.
Jika
ingin menembus pasar nasional bahkan internasional, proses produksinya harus
memenuhi syarat kesehatan dan kemasan yang praktis. Namun, tantangan ini juga
sekaligus peluang.
Dengan
inovasi rasa, kemasan modern, dan pemasaran digital, pudak berpotensi besar
menjadi salah satu ikon kuliner Jawa Timur yang mendunia. Gresik adalah kota dengan banyak julukan.
Sebagai
Kota Wali dan Kota Santri, Gresik terkenal dengan sejarah dan tradisi Islamnya.
Namun, sebagai Kota Pudak, Gresik menunjukkan sisi lain yang lebih manis dan
penuh makna. Pudak bukan hanya makanan, melainkan identitas budaya yang
diwariskan dari generasi ke generasi.
Setiap gigitan pudak adalah cerita tentang kesederhanaan, kebijaksanaan, dan cinta masyarakat Gresik terhadap tradisi. Selama masyarakat terus melestarikannya, julukan Kota Pudak akan tetap hidup dan menjadi kebanggaan yang tak ternilai.
FAQ
1.
Mengapa Gresik disebut Kota Pudak?
Karena pudak adalah makanan khas yang selalu dijadikan oleh-oleh, sehingga
menjadi simbol identitas kuliner kota.
2.
Apa bahan utama pudak?
Tepung beras atau sagu, gula pasir atau gula merah, serta santan kelapa.
3.
Apa yang membuat pudak unik dibanding kue lain?
Pembungkusnya, yaitu ope dari pelepah daun pinang, yang memberikan aroma khas
sekaligus daya tahan lebih lama.
4.
Di mana bisa membeli pudak di Gresik?
Di pasar tradisional, toko oleh-oleh di pusat kota, serta area wisata religi
seperti makam Sunan Giri.
5.
Berapa lama pudak bisa bertahan?
Jika disimpan dengan benar, pudak bisa bertahan sekitar dua hingga tiga hari.